Mencicipi Nikmat nya Kuliner Ikan Bakar Di Kota Bangkalan

Pusat Makanan Rakyat Bangkalan – Seperti halnya di tempat lain, Madura pun memiliki sebuah tempat pusat jajanan yang selalu menjadi tujuan dan daya tarik bagi setiap wisatawan yang datang. Pusat makanan rakyat atau yang lebih dikenal oleh masyarakat sekitar dengan nama “PUMARA” ini merupakan pusatnya para pedagang kaki lima untuk menjual berbagai macam masakan khas Madura.

Lokasi Dan Transportasi

Bukanlah hal yang sulit untuk mencari letak pusat makanan rakyat Bangkalan ini karena lokasinya yang berada tepat di tengah kota Bangkalan, persisnya terletak di dekat alun-alun Kota. Karena lokasinya yang strategis maka tidak pula sulit untuk mencari transportasi umum yang menuju kesini.

Anda bisa naik angkot yang banyak tersedia di Kota, ongkosnya pun tidak begitu mahal, hanya dengan membayar Rp 3.000*) anda sudah bisa tiba di lokasi pusat makanan rakyat Bangkalan ini. Alternatif lain anda bisa naik ojek, untuk ongkosnya akan ditentukan dari jauhnya jarak yang di tempuh, jadi anda dapat tawar-menawar harga terlebih dahulu sebelum naik ojek tersebut.

Jika anda berencana untuk berkeliling ke tempat wisata lainnya dahulu sebelum berwisata kuliner di PUMARA maka pilihan yang baik adalah dengan menyewa kendaraan, apalagi jika anda datang berombongan, tentunya tidak ingin direpotkan dengan masalah transportasi bukan ?. Di Kota Bangkalan banyak tersedia jasa penyewaan mobil yang bisa anda gunakan.

Harga sewanya bermacam-macam, tergantung dari jenis mobil yang akan anda sewa. Rata-rata jenis mobilnya seperti APV, Avanza, Xenia dan Innova. Tarifnya dimulai dari harga Rp 500.000*) – Rp 600.000*) per harinya dengan waktu pemakaian selama 12 jam. Harga tersebut biasanya sudah termasuk dengan sopir dan bahan bakar untuk dalam Kota, jadi anda tidak perlu bingung lagi mencari rute jalan karena sopir yang membawa mobil sudah sangat paham dengan jalur yang akan dilewati menuju lokasi wisata.

Wisata

Pusat makanan rakyat di Bangkalan merupakan tempat semua pedagang kaki lima menjajahkan masakannya. Saking banyaknya anda pun akan menemukan beberapa pedagang yang berjualan di atas trotoar sekitar PUMARA. Jadi dapat anda bayangkan sendiri bagaimana keramaian yang ada disana.

Apalagi keberadaannya yang sangat strategis, membuat pengunjung banyak yang datang. Tidak hanya masyarakat sekitar bahkan wisatawan yang berkunjung ke Madura pun sering kali menyempatkan diri untuk berwisata kuliner disini.

Ada banyak jenis makanan dan minuman yang dijual di PUMARA, dapat dikatakan makanan disini sangat lengkap dan komplit. Anda dapat memilih menu yang diinginkan seperti misalnya nasi goreng, gado-gado, ayam goreng, soto dan sate ayam khas Madura yang sudah sangat terkenal itu. Beberapa jajanan pun turut dihidangkan seperti martabak, roti, kue, tahu isi dan beberapa jenis jajanan lainnya.

Nah 1 lagi yang gak boleh ketinggalan ” Warung Matus ” inilah tempat favorit ane kalau lg stress dan lg laper.
tempatnya masih di kota bangkalan
hanya bedanya,warung ini terletak di tempat yg agak jauh dari kota.
gunakan “S7.045450 – E112.681600″ pada GPS agan yg punya GPS supaya gak nyasar.
harganya cukup terjangkau,ane rasa masih dalam batas kewajaran.
justru agan akan merasakan keuntungannya setelah selesai menikmati nikmatnya kepiting asam manis khas depot ini.
rasa puas,nikmat,kenyang,lega,dll
siapkan uang max.50rb per orang.
dijamin gak bakalan kurang deh..
asalkan agan cuma pesan 1 menu untuk 1 orang.

Tak hanya terkenal dengan kuliner bebeknya, Madura juga memiliki aneka kuliner yang wajib dicoba. Salah satu warung makan yang recommended buat dicoba adalah warung Matus yang berada di jalan Raya Ujung Piring kota Bangkalan, sekitar 100 meter dari dok kapal. Untuk menuju lokasinya bisa ditempuh dari dua arah, yaitu dari Socah (Kamal) atau dari Bangkalan, tingal tergantung selera saja. Jika dari Bangkalan Anda akan melewati Bebek Sinjay, Nasi Petis Warung Amboina dan Pusat oleh-oleh Nusa Indah terlebih dahulu. Warung ini dinamai warung Matus sesuai dengan nama asli pemiliknya, yaitu Ibu Matus.

Begitu ikan dorang bakar tersaji di atas meja, tak sabar Saya segera mencobanya. Ikan dorang yang dibelah dua telah matang dengan bumbu bakaran yang manis, disajikan dengan sambal pencit dan kecap yang diberi irisan bawang putih goreng garing. Wow ikannya memang sungguh segar, karena daging ikannya terasa manis. Walaupun tidak dibakar kering (masih seperti 3/4 matang) tapi tidak sedikitpun tercium rasa amis ikan. Inilah yang membuktikan bahwa ikan yang disajikan disini adalah ikan segar dengan kualitas baik. Tambahkan sambal pencit dan kecap agar rasanya semakin rame, nyam… Sambal pencitnya cukup terasa mengigit di lidah, pedas, asam dan tentu saja menambah selera makan. Istimewa sekali makan siang Saya kali ini, untuk penawar rasa pedasnya cicipi juga kelapa mudanya yang cukup segar.

 

Keunikan Filosofi Dai Pulau Madura


Penelitian langgar sebagai ruang sakral pada Tanean Lanjang berawal dari fenomena
keberadaannya di setiap rumah yang berada di Madura. Penelitian ini bertujuan agar peran
Langgar terhadap Tanean Lanjang lebih dikena

Kalau orang Madura  disebut sebagai muslim yang kolot, taat, fanatik dan selalu menempatkan kesenian atau seluruh perangkat kebudayaan yang bercirikan Islam sebagai yang tertinggi, sebagaimana banyak ditulis oleh para sosiolog, antropolog maupun etnolog Madura sebutlah John Smith, Anke Neihof, Roy Jordaan, Ellen Town Bousma, Helena Bouvier atau Kuntowijoyo.

Tentu bukan hanya karena hasrat masyarakatnya yang menggelegak untuk segera melunaskan ibadah haji dan kemudian merasa alim dan jeri dari tingkah dosa dengan tambahan gelar Haji di depan namanya. Sekalipun untuk itu mereka rela menjual rumah, tanah, kendaraan atau apapun harta yang dimilikinya sampai tak ada lagi yang tersisa. Sehingga banyak para materialist meremehkan mereka sebagai orang yang tidak rasional dan memutus harapan masa depan.

Juga bukan karena para lelakinya yang kemana-mana bangga dengan hanya selalu memakai kopiah dan sarung, pakaian wajib untuk menunaikan sholat. Atau perempuannya cukup dengan baju kuthubaru dan kerudung menutupi kepalanya demi menyimpan aurat sebagaimana diperintahkan Islam.

Juga tentu saja bukan karena masyarakatnya yang sangat maklum bila banyak di antara para lelakinya punya istri hingga empat orang sebagaimana dipercaya sebagai sunnah Rasulullah. Dan para perempuannyapun tak hirau harus hidup serumah dengan para madunya. Baginya punya anak dan membesarkannya dengan penuh tanggung jawab dua pihak adalah akhir dari cinta. Dan mereka tak kurang sejumputpun cinta lelaki suami diantara riuhnya perempuan yang dinikahinya. Tak ada ruang untuk saling iri. Justru mereka sukarela untuk saling bekerja sama membesarkan anak-anak keluarga besar mereka dengan damai dan cinta kasih.

Lalu mengapa? masyarakat Madura dikenal sebagai masyarakat yang sangat Islami?

Sudah tamat saya keliling seluruh Indonesia mengamati seluruh arsitektur dan keterkatannya dengan kondisi sosio kultural masyarakatnya. Sudah pula kami amati bagaimana manusia dan masyarakatnya berinteraksi dengan ruang-ruang yang dibangunnya di atas hamparan bumi Ilahi. Dari ujung Barat pulau di seberang Malahayati hingga ke Timur di Merauke. Bahkan di negeri mashur tempat puncak kejayaan Islam dan di seluruh literatur arsitektur Islam yang sempat saya baca. Tidak ada satupun tempat sebagaimana rumah tradisional masyarakat Madura yang menjadikan surau sebagai elemen penting yang harus ada melebihi fungsi bangunan lainnya.

Surau di dalam lingkungan rumah tradisional keluarga Madura adalah bangunan kedua yang selalu di bangun sesudah rumah induk (roma tongghu). Biasanya selalu ditempatkan di sebelah Barat atau arah kiblat. Dan di depannya terhampar Tanean lanjhang (halaman yang panjang) yang terbentuk karena perkembangan pembangunan rumah selanjutnya yang dibangun berjejer berturut-turut di sebelah rumah induk untuk anak-anak perempuan dan keluarganya.

Perletakan surau betul-betul menjadi sumbu utama yang mengikat keseluruhan bangunan di dalam satuan komunitas (soma) keluarga-keluarga besar Madura. Surau selain untuk sholat dan mengaji biasanya juga dijadikan tempat tidur anak lelaki mereka yang belum berkeluarga dan para tamu lelaki yang datang menginap. Pada titik ini surau telah menjadi ruang transisi atau ruang antara yang memisah gender lelaki dan wanita. Suatu taktik jitu untuk menghindarkan nista. Tanpa disadari tamu pun mahfum bahwa ruang mukim Madura sedemikian rupa di jenjang dalam tahap-tahap yang sistematik. Antara ruang publik dan ruang privat, ruang lelaki dan ruang wanita, ruang profan dan ruang sakral, ruang anak dan ruang tetua, ruang keluarga sendiri (oreng dhibi’) atau bukan (oreng laen). Semuanya memiliki tatakrama-nya sendiri.

Secara visual dan audial, surau membangun atmosfir Islami yang sangat sempurna. Bentuk atap yang lancip dengan lantai agak lebih tinggi dari bangunan lain menjadikan surau bagai pemimpin di tengah massa yang lain. Dinding depan yang agak rendah dan semi terbuka menampilkan irama gerak sholat yang rampak dengan takbir yang bersahutan. Lima kali sehari suaranya mengumandangkan azdan setiap menjelang waktu solat. Anak-anak tanpa diaba saling berebut untuk menjadi muadzin dan bergegas meninggalkan apapun yang sedang mereka kerjakan. Pun para orang tua juga hirau meninggalkan apapun kegiatannya untuk berjamaah dan memimpin anak-anak mereka tunaikan solat. Dan sesekali diberinya kesempatan remaja mereka yang mulai fasih melafadz sedikit al-Qur’an untuk menjadiimam dan merasai peran kepemimpinan yang akan dipikulnya kelak. Dari ketinggian atap langit tampak surau dan rumah-rumah keluarga Madura sebagai unit-unit yang padan dalam panduan sumbu kiblat.

Ketika fajar menyingsing, surau mulai meneriakkan ajakan subuh bersama. Itulah waktu pertama dimulainya hari hidup ke depan sebelum anak-anak mereka bergegas menuntut ilmu dan para orang tua mengais rahmat Allah. Ketika terik langit tergelincir dari puncaknya, dhuhur segera ditegakkan. Sesudahnya, sanak keluarga berkumpul untuk sekadar makan siang dalam keriuhan bersama. Lalu merekapun istirahat sejenak sampai cahaya matahari telah lepas dan bayangannya melebihi panjangnya benda, petanda ashar telah tiba. Sesudahnya riuh anak berlarian diantara pandangan kasih sanak keluarganya di tengah tanean lanjang yang bersinggungan dengan beranda rumah-rumah yang berjejer. Dan ketika langit merah telah usai ditimpa bulan yang masuk ke semburat langit seluruh keluarga dan berayat bergegas siap mengambil tempat untuk berebut shaf paling depan dalam barisan jemaah maghrib. Dan sesudahnya anak-anak mereka reriung belajar membaca al-Qur’an pada orang tua pemimpin mereka sampai saat Isya tiba. Di tengah temaram lentera riuh ayat demi ayat membubung ke langit sunyi tempat semayam para malaikat.

Demikianlah masa demi masa berlalu dengan penuh pembinaan dan hikmah. Surau telah mengambil peran yang begitu penting dalam hidup orang Madura. Keheningannya mengumandangkan nuansa Islami yang sempurna sejak hidup dijejak sampai ajal menjemput. Penghuni rumah dalam tanean lanjhang itu datang silih berganti bersamaan dengan usainya batas usia mereka. Dan surau itu masih saja setia menunaikan tugasnya…
Posisi barat adalah posisi tempat rumah pangaseppoh atau di Madura biasa disebut Tongguh dan rumah sebelah timurnya adalah rumah anaknya dan jika anaknya punya anak lagi dan sudah berkeluarga maka akan dibuatkan lagi sebuah rumah pas sebelah timurnya rumah bapaknya dan begitu seterusnnya, jika sudah terlalu cukup panjang maka bisa berhadap-hadapan dengan rumah pangaseppoh dan begitu juga seterusnya kearah ketim

Macam – Macam Pernak – Pernik Di Pulau Madura

Image result for pernak pernik khas madura
Wisata ke Pulau Madura tak lengkap jika tidak memburu oleh-oleh khasnya. Di pintu masuk Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu), berjejer pernak-pernik hingga panganan khas pulau di timur Jawa ini.

Pulau Jawa dengan Madura saat ini telah dihubungkan dengan sebuah jembatan megah. Namanya Jembatan Surabaya-Madura atau yang lebih dikenal dengan nama Jembatan Suramadu. Jembatan sepanjang 5.438 meter ini menghubungkan antara Kota Surabaya, Jawa Timur dengan Pulau Madura.

Di ujung jembatan, tepatnya di pintu masuk dari Pulau Madura, berjejer toko suvenir khas pulau di timur Jawa ini. Puluhan toko menjajakan berbagai macam pernak-pernik dan panganan khas Madura. Maka tak heran jika kawasan ini selalu ramai pengunjung.

Salah satu pernak-pernik yang dijual adalah sabit dan pecut berukuran kecil. “Pernak-pernik seperti ini paling favorit dicari pengunjung. Biasanya kita punya Sakera dan Marlena, tapi kalau musim libur seperti ini pasti sudah langsung habis diborong,” ungkap salah seorang pramuniaga toko, Sugeng saat bincang singkat dengan detikTravel, Kamis (23/8/2012).

Sakera dan Marlena adalah dua boneka khas Madura yang memang sering dijadikan sebagai buah tangan. Sakera adalah pria Madura yang mengenakan kaus bergaris merah dan putih yang ditutup dengan kemeja hitam. Lain halnya dengan Marlena, gadis Madura yang mengenakan baju adat seperti kebaya.
Dan Bagi Peziarah Anda Juga Bisa Menjumpai Berbagai aksesoris khas Madura  di kawasan wisata religi, Pesarean (makam) KH. Moh. Cholil, Desa Martajasah, Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur.

Para pedagang kaki lima menjual, aneka barang aksesoris, mulai dari kuliner, baju adat Madura, alat adat Madura, semisal sabit (pisau melengkung), dan celurit serta barang lainnya. Pedagang ini, selain asli Bangkalan ada yang dari Sumenep.

Para peziarah membeli aneka ragam aksesoris itu usai melakukan ritual di makan KH. Moh. Cholil.

“Kalau hari Sabtu dan Minggu jualan disini laris manis. Apalagi hari Kamis. Hampir semua jenis dagangan laku,” kata Romli, salah seorang pedagan.

Patokan harga tidak sampai menguras kantong. Para pedagang disana memberikan harga yang ekonomis

Keunikan Pernikahan Ala Madura 3 Hari 3 Malam

judul Artikel : Ada Lagi Keunikan Dari Pulau Garam 😉

Upacara merupakan acara paling sakral dalam kehidupan manusia. Suatu kenyataan bahwa indonesia terdiri dari beberapa suksu bangsa, Agama, adat istiadat yang berbeda, dengan latar belakang budaya yang beraneka ragam. Masing-masing daerah mempunyai tata cara tersendiri tak terkecuali dalam prosesi perkawinan, baik jawa, sumatera, kalimantan, dan madura pada umumnya. Pada upacara perkawinan biasanya kedua mempelai dirias berbusana secara khusus,

Sebagai negara dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, Indonesia memiliki banyak ragam tradisi pernikahan dari berbagai suku. Salah satunya adalah tradisi dari Madura. Ada beberapa tahapan dalam adat pernikahan Madura yang masih dipegang teguh oleh masyarakatnya. Berikut penjelasannya menurut mediamadura.wordpress.com….

1. Ngangini: saat dimana calon mempelai pria mengabarkan hari lamaran kepada keluarga calon mempelai wanita.

2. Arabar pagar: pertemuan kedua keluarga calon mempelai sebagai perkenalan. Pada momen ini, ada tradisi ater tolo dimana keluarga mempelai pria membawakan kosmetik, beras dan pakaian adat Madura untuk mempelai wanita. Kemudian kedua keluarga mengadakan nyeddek temo, yakni penentuan hari dan tanggal pernikahan. Seminggu setelahnya, keluarga perempuan membalas kedatangan keluarga calon mempelai pria dengan membawa hidangan nasi dan lauk-pauknya.

3. Pingitan: calon mempelai wanita diharuskan tinggal di rumah tanpa diizinkan pergi keluar selama 40 hari. Pada momen ini, calon mempelai wanita melakukan perawatan kecantikan untuk seluruh badan.

Yang unik dari tradisi pernikahan Madura adalah acara resepsinya yang diadakan 3 malam berturut-turut. Resepsi malam pertama adalah acara yang diperuntukkan para kerabat yang dituakan. Pada acara ini dilangsungkan proses muter dulang yang menjadi ciri khas tradisi pernikahan Madura. Prosesi ini menggambarkan kemampuan suami untuk memutar roda kehidupan rumah tangga, seperti yang dikutip dari jadilah.com. Pada resepsi malam kedua, hanya kerabat dekat yang dituakan yang datang. Pada malam resepsi ketiga, mempelai memakai rias khusus yang disebut dengan rias lilin dengan kostum warna putih dan hiasan melati yang melambangkan kesucian.

Sumber : http://www.vemale.com/topik/pernikahan…

Keunikan Bertunangan Tradisi Di sumenep

judul Artikel : Tradisi Unik Di Pulau Garam Guys 😉 …!!!

Sumenep mewakili Madura sebelah timur telah mengenal tradisi sastra lisan dan tulis sejak abad ke-15. Salah satu tradisi yang dibukukan ini ialah tradisi “Lalamaran”.

“Lalamaran” berasal dari kata “lamar” yang berarti meminang (melamar anak gadis). Lalamaran yang dmaksudkan di sini adalah serangkaian kegiatan dari pihak keluarga pria yang melamar seorang gadis, anak pihak keluarga yang lain.

Lalamaran masih banyak dijumpai di berbagai desa di wilayah Sumenep, tetapi yang dideskripsikan ini adalah lalamaran di desa Lebak, yang terletak ± 40 km ke arah Utara kota Sumenep (berbatasan dengan Kabupaten Pamekasan).

Sebelum memasuki acara pokok yaitu melamar gadis, biasanya melalui tahapan-tahapan yang tidak dapat diabaikan sebagai berikut :

Ngin-angin, kegiatan awal melakukan informasi tentang jatidiri si gadis. kegiatan pengamatan ini biasanya dilakukan oleh kerabat sang gadis.
Arabas pagar, setelah kegiatan awal terlampaui, yakni informasi bahwa si gadis belum bertunangan, pihak keluarga pelamar menggunakan jasa orang lain untuk menyampaikan pesan rencana lamaran.
Lalamaran, yakni kegiatan pihak lelaki pelamar meminang si gadis ke orang tuanya. Acara lalamaran ini biasanya dapat dilangsungkan dengan lancar, sebab sudah dilakukan pendekatan terlebih dahulu di antara kedua belah pihak.

Persiapan Lalamaran :

Pihak keluarga pelamar mempersiapkan peralatan yang akan di serahkan ke pihak keluarga gadis yang dilamar. Persiapan yang di maksudkan ialah : tekstis bakat busana penganten wanita, perhiasan, peralatan rias dan lain-lain, yang disebut “panyengset” (Jw. Pengingat/ tanda ikatan).
Pihak keluarga gadis mempersiapkan hidangan yang disuguhkan pada waktu upacara lamaran berlangsung, biasanya di hadiri kerabat dekat (sanak-famili)
Tata Cara Upacara :

Pihak keluarga pelamar (lelaki) mengundang kerabatnya dan sesepuh yang dipersiapkan untuk melamar di rumah orang tua gadis yang dilamar. Disamping perbekalan “Panyengset” bahan lain yang perlu dipersiapkan ialah : Sirih pinang, yakni daun sirih yang mempunyai makna pengikat, buah pinang bermakna penet (setia) dan gambir-kapur yang bermakna sang gadis telah “rapet” (rapat). tertutup bagi pria lain yang berminat melamar. Pisang susu mempunyai makna simbolis bahwa jejaka yang melamar sudah terburu-buru (Jw. kesusu) untuk melaksanakan perkawinan.
Hari pelaksanaan lamaran ditetapkan oleh kedua belah pihak. Pihak pelamar dan keluarganya berpakaian adat menuju ke rumah gadis dengan iringan musik-bunyi-bunyian tradisional. Busana adat yang dimaksudkan ialah senek untuk para sesepuh, anak gadis dengan busana kebaya pendek dengan sarung batik pesisiran.
Rombongan tamu pelamar diterima di depan pintu rumah orang tua gadis yang dilamar. Di situ diadakan dialog di antara yakil kedua belah pihak, yang disebut “Panonggul” atau “Pengada”. Dalam dialog tersebut diutarakan maksud kedatangan para tamu (dari pihak pelamar). Acara dilanjutkan dengan tawar-menawar dengan menggunakan sejumlah uang logam yang disimpan di dalam bokor kuningan. Pihak keluarga gadis menyebut nilai uang logam yang di kehendaki. Cara penyerahannya, uang logam di tuangkan ke bokor kuningan yang telah dipersiapkan. Panuangan uang logam biasanya menimbulkan bunyi yang nyaring. Nilai (besarnya bilangan) uang logam amat menentukan status social pihak keluaga gadis.
Seusai acara tersebut, rombongan pelamar dipersilahkan memasuki ruang tamu rumah orang tua gadis. Dialog utama di antara kedua belah pihak ialah menetapkan hari, tanggal, bulan dan tahun perkawinan pasangan calon penganten. Pada waktu itu pula diadakan acara perkenalan para sesepuh, orang tua dan kerabat dari dua belah pihak. Dengan demikian pihak gadis dan jejaka saling mengenal kerabat calon mertuanya masing-masing.
Akhir upacara adalah silaturrahmi antara kedua belah pihak keluarga. Seusai acara tersebut, pihak keluarga pelamar memohon diri (pamit), diiringi musik tradisional saronen.

Sumber : http://quenbiever.blogspot.com…

Mengenal Keanekaragaman Seni Dan Tradisi Pulau Madura

Judul Artikel : Yuuuk Guys Mengenal Lebih Banyak Lagi Budaya Madura 😉

Madura memiliki kekayaan kesenian tradisional yang amat banyak, beragam dan amat bernilai. Dalam menghadapi dunia global yang membawa pengaruh materalisme dan pragmatisme, kehadiran kesenian tradisional dalam hidup bermasyarakat di Madura sangat diperlukan, agar kita tidak terjebak pada moralitas asing yang bertentangan dengan moralitas lokal ataujati din bangsa. Kita sebagai orang asli Madura harus mengenal budaya Madura yang masih hidup, bahkan yang akan dan telah punah. Pengenalan terhadap berba gai macam kebudayaan Madura tersebut akan diharapkan mampu menggugah rasa kebangsaan kita akan kesenian daerah.

Madura dikenal sebagai wilayah yang tandus namun kaya akan kebudayaan. Kekayaan budaya yang terdapat di Madura dibangun dari berbagai unsur budaya baik dari pengaruh animisme, Hin duisme dan Islam. Perkawinan dari ketiga unsur tersebut sangat dominant mewamai kebudayaan yang ada. Dalam perkembangannya berbagai kese nian yang bemafaskan religius, terutama benuansa Islami temyata lebih menonjol. Keanekaragaman dan berbagai bentuk seni budaya tradisional yang ada di Madura menunjuk kan betapa tinggi budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.

Kekayaan seni tradisional Madura yang berisi nilai-nilai adiluhur yang berlandaskan nilai religius Islami seharusnya dilestarikan dan diperkenalkan kepada generasi muda sebagai penerus warisan bangsa. Kesenian tradisional adalah aset kekayaan budaya lokal yang akan mampu melindungi gene rasi muda dari pengaruh negatif era globalisasi. Pengaruh budaya global yang demikian gencar melalui media elektronik dan media cetak menye babkan generasi muda kehilangan jati diri.

Dengan mengetahui kebudayaan lokal diharapkan generasi muda mampu menggali potensi kekayaaan seni tradisional sekaligus melestarikannya. Secara garis besar jenis-jenis kebudayaan tra disional Madura dapat dibagi dalam empat kelom pok dan dari masing-masing kelompok tersebut mempunyai tujuan maupun fungsi yang berbeda, adapun jenis-jenis kebudayaan tradisional tersebut adalah:

Pertama, seni musik atau seni suara yaitu tembang macapat, musik saronen dan musik ghul-ghul. Tembang macapat adalah tembang (nyanyian) yang mula-mula dipakai sebagai media untuk memuji Allah SWT (pujian keagamaan) di surau-surau sebelum dilaksanakan shalat wajib, tembang tersebut penuh sentuhan lembut dan membawa kesahduan jiwa.

Selain berisi puji-pujian tembang tersebut juga berisi ajaran, anjuran serta ajakan untuk mencintai ilmu pengetahuan, ajaran untuk bersama-sama membenahi kerusakan moral dan budi pekerti, mencari hakekat kebenaran ser ta membentuk manusia berkepribadian dan berbu daya. Melalui tembang ini setiap manusia diketuk hatinya untuk lebih memahami dan mendalami makna hidup. Syair tembang macapat merupakan manivestasi hubungan manusia dengan alam, serta ketergantungan manusia kepada Sang Penguasa Alam Semesta. Contoh tembang macapat:

Mara kacong ajar onggu, kapenterran mara sare,
Ajari eimo agama, eimo kadunnya ‘an pole,
Sal a settongja pabidda, ajari bi onggu ate.
Nyare eimo patar onggu,
Sala settongjapaceccer,
Eimo kadunnyaan reya,
Menangka sangona odhi
Dineng eimo agama, menangka sangona mate.
Paccowan kenga ‘e kacong, sombajangja ‘la ‘el/a ‘e,
Sa ‘are samalem coma,
Salat wajib lema kale,
Badha pole salat sonnat, rawatib ban salat lail (anggoyudo, 1983)

Seni musik atau seni suara selanjutnya adalah musik saronen. Beberapa atraksi kesenian Madura pengiring instrumen musiknya adalah saronen. Mu sik ini adalah musik yang sangat kompleks dan ser baguna yang mampu menghadirkan nuansa sesuai dengan kepentingannya. Walaupun musik saronen adalah perpaduan dari beberapa alat musik, namun yang paling dominan adalah liuk-liukan alat tiup berupa kerucut sebagai alat musik utama, alat musik tersebut bernama saronen.Musik saronen bersal dari desa Sendang Kecamatan Pragaan Kabupaten Sumenep yang berasal dari kata senninan (hari Senin)

Suku Madura terkenal sebagai suku berwatak keras, polos, terbuka dan hangat, sehingga jenis musik riang dan berirama mars menjadi pilihan yang paling pas. Untuk mengiringi kerapan sapi dimain kan irama sarka yaitu permainan musik yang cepat dan dinamis, sedangkan irama lorongan jhalan (irama sedang) dimainkan pada saat dalam perjalanan menuju lokasi kerapan sapi.

Irama lorongan toju’ biasanya memainkan lagu-lagu gending yang beri rama lembut, biasanya digunakan untuk mengiringi pengantin keluar dan pintu gerbang menuju pintu pelaminan. Jenis seni musik atau sent suara selan jutnya adalah musik ghul-ghul yaitu didominasi oleh gendang (ghul-ghul). Namun dalam perkemba ngannya permainan musik ini memasukkan alat musik lainnya, baik alat musik tiup maupun alat musik pukul.

Ciri spesifik dari alat musik ini adalah terletak pada model gendang yang menggelem bung besar di bagian tengah. Musik ghul-ghul ini diciptakan untuk mengiringi merpati ketika sedang terbang. Iringan musik ini dipakai sebagai sarana hiburan bagi organisasi (perkumpulan) “dara get tak” , ketika membentak kemudian merpati dilepas ke udara, musik ini ditujukan untuk menyemarak kan suasana, musik ghul-ghul ini berasal dari desa Lenteng Timur Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep.

Kedua, sent tari atau gerak yaitu tan muang sangkal dan tari duplang. Gerakan tari tradisional Madura tidak pemah terlepas dari kata-kata yang tertera dalam Al-Quran seperti kata Allahu atau Muhammad, begitu pula dengan batas-batas gerakan tangan tidak pemah melebihi batas payudara. Tari muang sangkal adalah sent tradisi yang bertahan sampai sekarang, Tari tersebut telah mengalami berbagai perubahan yaitu menjadi tarian wajib untuk menyambut tamu-tamu yang datang ke Sumenep.

Sedangkan Tari duplang meru pakan tari yang spesifik, unik dan langka. Keunikan dari tarian ini disebabkan karena tarian ini merupa kan sebuah penggambaran prosesi yang utuh dari kehidupan seorang wanita desa. Wanita yang be kerja keras sebagai petani yang selama ini terlupakan. Dijalin dan dirangkai dalam gerakan-gerakan yang sangat indah, lemah-lembut, dan lemah gemulai. Tarian ini diciptakan oleh seorang penari keraton bernama Nyi Raisa. Generasi tera khir yang mampu menguasai tarian ini adalah Nyi Suratmi, dan tarian ini jarang dipentaskan setelah adanya pergantian sistem pemerintahan, peralihan dari sistem raja ke bupati. Sejak saat itu tarian ini jarang dipentaskan.

Karena tingkat kesulitannya yang sangat tinggi, sehingga banyak penari segan untuk mempelajarinya, maka tidak mengherankan apabila tarian duplang kini tidak dikenal dan diingat lagi oleh seniman-seniman tari generasi berikutnya. Dengan demikian tarian ini benar-benar punah.

Ketiga, upacara ritual yaitu sandhur pantel. Masyarakat petani atau masyarakat nelayan tradi sional Madura menggunakan upacara ritual seba gai sarana berhubungan dengan mahluk gaib atau media komunikasi dengan Dzat tunggal, pencipta alam semesta. Setiap melakukan upacara ritual media kesenian menjadi bagian yang tak terpisahkan dari seluruh proses kegiatan. Masyarakat Madura menyebutnya sandhur atau dhamong ghardham, yaitu ritus yang ditarikan, dengan ber bagai tujuan antara lain, untuk memohon hujan, menjamin sumur penuh air, untuk menghormati makam keramat, membuang bahaya penyakit atau mencegah musibah, adapun bentuknya berupa ta rian dan nyanyian yang diiringi musik.

Daerah-daerah yang mempunyai kesenian ini menyebar di wilayah Madura bagian timur. Batuputih terdapat ritus rokat dangdang, rokat somor, rokat bhuju, rokat thekos jagung. Di Pasongsongan terdapat sandhur lorho’. Di Guluk-guluk terdapat sandhuran duruding, yang dilaksanakan ketika panen jagung dan tembakau, berupa nyanyian laki-laki atau perempuan atau keduanya sekaligus tanpa iringan musik.

Musik langsung dimainkan oleh peserta de ngan cara menirukan bunyi dari berbagai alat musik. Di lingkungan masyarakat tradisional yang masih mempercayai ritual sandhur panthel yang diguna kan sebagai media penghubung dengan sang pencipta. Namun ritual ini sebenarnya bertenta ngan dengan agama Islam dan tidak pula diajarkan dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasul, jadi ini merupa kan suatu bid’ah dan haram hukumnya jika dilaksanakan.

Berbagai bentuk kesenian adalah aset keka yaan budaya lokal yang akan mampu melindungi anak bangsa dari berbagai hantaman budaya global. Pengaruh budaya global memang saat ini demikian gencamya, mengalir dari berbagai pintu media massa, sehingga menyebabkan generasi muda kehilangan jati dirinya. Kekayaan seni budaya yang dimiliki oleh suku bangsa di Indonesia lambat laun akan punah, hal itu disebabkan oleh ketidakacuhan dari berbagai unsur, baik pihak pe merintah daerah, instansi pemerintah, tokoh formal maupun informal, masyarakat ataupun kaum generasi muda. Namun yang sangat penting untuk diperhatikan dalam hal ini, apakah budaya itu pantas atau sesuai dengan ajaran agama Islam…!?? Jika tidak sesuai, maka budaya itu tidaklah wajib dilestarikan.

Keempat, seni pertunjukan berupa kerapan sapi dan topeng dalang. Perlombaan memacu sapi pertama kali diperkenalkan pada abad ke 15 (1561 M) pada masa pemerintahan Pangeran Katandur di keratin Sumenep. Permainan dan perlombaan ini tidak jauh dari kaitannya dengan kegiatan seha ri-hari para petani, dalam arti permainan ini mem berikan motivasi kepada kewajiban petani terha dap sawah ladangnya dan disamping itu agar peta ni meningkatkan produksi temak sapinya.

Namun, perlombaan kerapan sapi kini tidak seperti dulu lagi dan telah disalahgunakan sehingga lebih banyak mudharat daripada manfaatnya. Ma salahnya banyak di antara para pemain dan penon ton yang melupakan kewajibannya sebagai hamba Allah SWT, yakni mereka tidak lagi mendirikan sha lat (Lupa Tuhan, ingat sapi). Kerapan sapi memang telah menjadi identitas, trade mark dan simbol keperkasaan dan kekayaan aset kebudayaan Madura.

Di sektor pariwisata, kerapan sapi mempakan pemasok utama Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD), karena dari sektor ini para wisata wan mancanegara maupun domestik datang ke Madura untuk menyaksikan kerapan sapi. Namun sangat disayangkan karena yang terjadi saat ini, para wisatawan mancanegara maupun domestik sudah tidak lagi mau datang untuk menonton per lombaan kerapan sapi, hal ini disebabkan karena mereka melihat adanya penyiksaan terhadap bina tang dengan memberikan sesuatu benda tajam dan lainnya kepada sapi, agar sapinya berlari lebih kencang dan menjadi pemenang. Selain itu, tidak sedikit dari penonton yang menjadikan perlombaan kerapan sapi sebagai arena pertaruhan judi. Maka pantaskah budaya ini terus dilestarikan lagi, jika begini jadinya..??

Seni pertunjukan selanjutnya adalah topeng dalang, konon topeng dikatakan sebagai kesenian yang paling tua. Adapun bentuk topeng yang di kembangkan di Madura berbeda dengan topeng yang ada di Jawa, Sunda dan Bali. Topeng Madura pada umumnya lebih kecil bentuknya dan hampir semua topeng diukir pada bagian atas kepala de ngan berbagai ragam hias. Ragam bias yang paling populer adalah hiasan bunga melati.

Adapun penggambaran karakter pada topeng dalang selain tampak pada bentuk muka juga dalam pemilihan wama, untuk tokoh yang berjiwa bersih digunakan wama putih, wama merah untuk tokoh tenang dan penuh kasih sayang, wama hitam untuk tokoh yang arif dan bijaksana bersih dari nafsu duniawi, kuning emas untuk tokoh yang anggun dan berwibawa, warna kuning untuk tokoh yang pemarah, licik dan sombong.

Setiap pementasan topeng dalang seluruh pemainnya didominasi laki-laki, penari sebanyak kira-kira 15-25 orang dalam lakon yang dipentaskan semalam suntuk, adapun aksesoris nya adalah taropong, sapiturung, ghungseng, ka long, rambut dan badung. Sedangkan untuk peme ran wanita aksesoris tambahannya adalah berupa sampur, kalung ular, gelang dan jamang. Teater topeng dalang Madura adalah satu-satunya teater tradisional yang mampu menaikkan pamor seni tradisi Madura. Di era tahun 80-an sampai dengan tahun 90-an topeng dalang Sumenep melanglang buana sampai ke benua Amerika, Asia dan Eropa, kota-kota besar yang disinggahi adalah London, Amsterdam, Belgia, Perancis, Jepang dan New York.

Penampilan seni tradisional Madura ini mampu memikat, memukau dan menghipnotis serta menimbulkan decak kagum para penonton, begitu hangat sam butan masyarakat intemasional terhadap kesenian topeng dalang. Namun sangatlah disayangkan, kekaguman yang pemah dibangun oleh para dalang di masa lalu, saat ini mulai pudar karena ti dak adanya peminat, kesenian ini mulai berkurang terutama di masyarakat perkotaan, karena diang gap ketinggalan zaman. Saat ini pementasannya hanya dilakukan di daerah pinggiran yang masih peduli dan mencintai kesenian ini.

Seni teater tradisional yang dimiliki suku bangsa Madura menun jukkan betapa tinggi nilai budaya yang dimiliki oleh suku bangsa ini. Nilai-nilai adiluhur yang berlandas kan nilai keagamaan, seharusnya diperkenalkan kembali kepada generasi penerus sebagai pemilik sah atau pewaris budaya. Apalagi regenerasi ser ta pelestarian dikemas dalam bentuk yang luwes dan fleksibel sesuai dengan perkembangan yang ada. Sebagaimana wali songo menjadikan media ke senian sebagai sarana dakwah tanpa kehilangan nilai-nilai filosofi serta jati diri.

Maka dengan demikian, pihak Pemerintah Daerah, masyarakat, dan khususnya generasi muda pelajar saat ini hams menjadi tonggak sebagai pe lestari budaya daerah Madura, agar budaya yang telah ada tidak hilang atau punah dan akan terus menjadi kebanggaan bangsa. Namun budaya itu juga hams sesuai dan tidak lepas dari norma atau aturan agama Islam, sehingga tidak termasuk budaya yang tidak diperbolehkan dan haram menurut agama.

Sumber : http://www.lontarmadura.com….

Mempertahankan Tradisi Malam Lebaran Masyarakat Gelar Pawai Takbir Keliling

Judul Artikel : Kegembiraan Menyambut Hari Kemenangan 🙂

Muslim di Kabupaten Sampang tetap mempertahankan tradisi menyambut Hari Raya Idul Fitri dengan mengadakan pawai dan takbir keliling. Kegiatan tersebut diikuti oleh warga Kota Bahari dan sangat meriah. Terlebih, Lebaran tahun ini serentak di seluruh Indonesia.

Peserta pawai dan takbir keliling berjalan kaki dari depan Pendapa Sampang menuju Monumen Sampang. Beraneka dekorasi dibawa para peserta untuk menyemarakkan pelaksanaan takbir Lebaran. Para peserta juga dibolehkan membawa alat musik untuk mengiringi alunan takbir.

Musyfiq, salah seorang peserta pawai dan takbir keliling dari Kelurahan Gunung Sekar, Kota Sampang, mengaku bangga bisa ikut meramaikan gema takbir di malam Lebaran. Terlebih, pawai dan takbir keliling tersebut memang ditunggu-tunggu oleh warga untuk menyambut perayaan Lebaran. Terutama warga perantau yang kangen suasana malam takbiran di kampung halamannya.

”Ini rutin dilakukan setiap tahun. Tapi tahun ini lebih meriah. Mungkin karena penentuan hari rayanya bersamaan di seluruh Indonesia, sehingga semua warga muslim yang ada di Sampang kompak untuk meramaikan takbir keliling,” papar Musyfiq, kemarin (29/7).

Kegiatan takbir keliling itu dihadiri oleh jajaran Forum Pimpinan Daerah (Forpimda) Sampang. Bupati Sampang KA. Fannan Hasib beserta Wakil Bupati Fadhilah Budiono juga hadir pada pelepasan peserta takbir.

Bupati Fannan mengungkapkan, kegiatan itu sebagai wujud syukur atas nikmat Allah. ”Setelah menjalankan ibadah puasa kemudian tiba pada hari kemenangan. Mari kita bertakbir sebagai syukur kepada Allah,” ajaknya.

Sumber : http://radarmadura.co.id…

Menyambut Malam Lailatul Qodar Dengan Membakar Luk Culuk

Judul Artikel : Guys Satu Lagi Yang Unik Dari Tradisi Pulau Madura  😉 …!!!

Dan Lagi Ada Satu Tradisi Pulau Madura Pada Bulan Puasa Yang Patut Kita Simak,Seperti Salah Satu Di Bawah Ini Tradisi Luk Culuk.

Berbagai cara untuk menyambut datangnya malam laitul qodar “Malam Seribu Malam” yang dipercayai datang pada tanggal ganjil sepuluh terakhir bulan Ramadhan, ratusan pemuda dan anak-anak desa Langkap, kecamatan Burneh Bangkalan, Madura, menggelar tradisi Luk Culuk dalam bahasa Madura menyalakan ober secara bersama-sama datang kelapangan.

Tradisi tersebut merupakan warisan dari leluhur mereka yang digelar hanya setiap tahun pada tanggal ganjil bulan ramadhan, setelah buka berbuka hingga menjelang adzan isya’, dimana ratusan pemuda dan anak-anak dari berbagai kampung di desa Langkap berbondung-bondong datang ke lapangan yang telah menjadi tempat luk culuk setiap tahunnya, dengan membawa obor dari rumahnya masing-masing, setelah tiba di lapangan mereka meneriakkan yel-yel luk-culuk secara bergantian dari setiap kampung.

“Tradisi ini sudah rutin tiap malam dua puluh satu dan dua puluh tujuh di gelar oleh pemuda dan anak-anak desa Langkap yakni mengingatkan masyarakat untuk menyambut malam lailatul qodar,” ungkap M. Amin, salah satu tokoh masyarakat desa Langkap, Burneh,

Amin menjelaskan, tradisi luk culuk atau menyalakan obor secara bersama-sama tersebut hanya dilakukan di desa Langkap, sedangkan di desa lain yang ada di kecamatan Burneh tidak ada, karana sudah menjadi tradisi dan warisan leluhur yang harus di pertahankan sehingga anak-anak kecil juga diikutkan sertakan ke lapangan dengan membawa obor bersama-sama.

“Budaya atau tradisi ini di mulai habis buka puasa dan menjelang sholat isyak, dan setelah itu para pemuda dan anak-anak pergi ke masjid atau moshalla untuk melaksanakn sholat isyak dengan dilanjutkan sholat tarawih dan tadarus bersama,” ujarnya.

Sementar itu, Sohibul Hikam, salah satu pemuda asal desa Langkap mengatakan, bahwa dirinya berserta teman-teman seusainya sejak siang hari sudah menyiapkan dan membuat obor yang terbuat dari pelepah pepaya dikasik minyak tanah sehingga setelah buka puasa sudah siap di bawa kelapangan.

“Tradisi ini hanya sekedar untuk mengingatkan atau menandakan pada masyarakat bahwa bulan ramadhan sudah masuk sepuluh terakhir, yang harus di manfaatkan untuk menyambut malam laitul qodar,” ungkapnya.

Tradisi Ini Sangat Di Gemari Oleh Anak” 🙂

Sumber : http://www.oleolangresto.com….

Puncak Perayaan Maulid Nabi Tradisi Ghatean Di Kota Pamekasan

Judul Artikel : Tradisi Unik Dari Pulau Madura Guys!!!

Berbagai macam cara dilakukan setiap orang untuk merayakan Maulid Nabi Muhammad. Masing-masing daerah memiliki kekhasan sendiri. Seperti tradisi ghatean yang merupakan puncak peringatan Maulid Nabi. Seperti apakah perayaannya?

PERAYAAN Maulid Nabi Muhammad SAW di Pamekasan kemarin cukup menarik perhatian warga. Sebab, tidak hanya sekadar menjadi perayaan biasa, perayaan tersebut dirayakan pada acara puncak. Di sinilah keunikan itu terlihat. Acaranya pun digelar di pusat kota, tepatnya di Monumen Arek Lancor atau depan Masjid Agung Ash Syuhada. Salah satu keunikannya karena pemkab sudah menyediakan aneka macam makanan gratis.

Di antaranya buah-buahan, nasi tumpeng, bahkan barang-barang seperti gelas, makanan ringan, hingga kaus dan aneka pakaian lainnya. Selain itu, penampilan musik islami seperti hadrah juga sempat menjadi tontonan warga Pamekasan. Menariknya, alunan musik tak hanya dimainkan, tetapi juga diiringi dengan jogetan islami. Secara bergilir para SKPD (satuan kerja perangkat daerah) menunjukkan kebolehannya. Begitulah saat acara tradisi ghatean dilangsungkan kemarin.

Ribuan masyarakat Pamekasan berkumpul di Monumen Arek Lancor sejak pagi. Mereka merayakan tradisi ghatean (tradisi peduli) yang rutin diselenggarakan Pemkab Pamekasan tiap tahun. Warga mayoritas hadir dengan mengenakan pakaian serbaputih. Mereka pawai bersama sambil membawa berbagai jenis makanan dan buah-buahan untuk dinikmati bersama di tempat itu. Sebelum berkumpul di Monumen Arek Lancor, warga yang sudah berkelompok itu datang dari dua arah sambil membaca salawat nabi.

Itu, sebagai bentuk penghormatan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW. Setelah warga berkumpul, mereka meletakkan makanan dan buahbuahan menjadi satu di lokasitersebut dengan membentuk lingkaran. Setelah itu, bersama ulama dan pemerintah, warga berdoa bersama memohon agar selalu mendapat keberkahan dari Allah SWT. Sesuai tujuan dari tradisi tersebut, baik warga biasa maupun pejabat dan ulama, duduk bersama menikmati makanan dan buah-buahan. Sebagian warga terlihat berebut makanan seperti buah- buahan yang disusun tinggi. Menurut Ketua Pelaksana Perayaan Tradisi Ghatean Munafi, tradisi ghatean merupakan kegiatan rutin warga.

Kegiatan itu dilakukan oleh kelompok masyarakat dan Pemkab Pamekasan. Itu sebagai wujud kepedulian dengan masyarakat lainnya. ”Tujuan dari tradisi ini tidak lain adalah untuk kebersamaan dan persatuan umat. Kami semua berbaur menjadi satu,” jelasnya. Wakil Bupati (Wabup) Pamekasan Kadarisman astrodiwirjoyang turut hadir pada acara itu, meminta agar tradisi tersebut selalu dirayakan agar menjadi media pemersatu umat. Terutama untuk menguatkan tali silaturahmi. ”Saya nilai pada perayaan di tahun ini jauh lebih meningkat dibandingkan tahun sebelumnya,” ungkapnya kepada Jawa Pos Radar Madura. (radar)

Sumber : https://www.maduraterkini.com…

Kisah Makam Air Mata Ratu Ibu Melebihi dari Kisah Cinta Biasa

Judul Artikel : Sejarah Madura Memang Layak Untuk Di Simak Guys!!!

Makam Aer Mata merupakan komplek makam raja yang berada di utara kabupaten Bangkalan. Makam ini merupakan makam raja-raja yang memerintah jauh sebelum Indonesia membentuk negara kesatuan

Ada banyak cerita yang menggambarkan cinta seorang wanita atau seorang ibu di Indonesia, salah satunya adalah Makam Air Mata Ratu Ibu di Madura. Percayalah, Anda akan lebih menghargai perasaan kaum perempuan setelah berkunjung ke tempat ini.

Makam Air Mata Ibu berada di Desa Buduran, Kecamatan Arosbaya, Kabupaten Bangkalan. Hanya berjarak 11 km dari Kota Bangkalan, yang menjadi gerbang masuk Pulau Madura. Anda harus menempuh puluhan anak tangga untuk sampai ke makam ini. Sebab, Kompleks Makam ini terletak di puncak bukit kecil pada ketinggian 30 mdpl.

Ratu Ibu adalah seorang wanita yang bernama Sarifah Ambani. Wanita keturunan dari Sunan Giri ini adalah seorang istri yang sangat taat, patuh dan sangat mencintai suaminya, Raja Cakraningrat. Raja Cakraningrat adalah seorang raja yang sangat dihormati dan diagungkan oleh masyarakat Madura pada saat itu. Raja Cakraningrat memimpin Madura pada tahun 1624 atas perintah Sultan Agung dari Mataram.

Raja Cakraningrat terkenal akan kepandaiannya, kepawaiannya, dan tenaga yang kuat untuk menjadi seorang pemimpin. Maka, Sultan Agung Mataram membutuhkan jasa Raja Cakraningrat untuk membantunya membangun Mataram. Sehingga, Ratu Ibu sering ditinggal oleh suami tercintanya. Perasaan sedih pun melanda Ratu Ibu, walaupun istri seorang raja, tapi hatinya adalah hati wanita biasa. Hampir siang malam beliau sedih karena ditinggal suaminya bertugas ke Mataram.

Ratu Ibu memilih untuk bertapa ketika perasaan sedih mengguncang dirinya. Dalam pertapaannya, Ratu Ibu meminta kepada Yang Maha Kuasa agar suaminya tetap sehat dan agar kelak tujuh turunannya bisa menjadi pemimpin dan penguasa Madura.

Hingga suatu hari saat Raja Cakraningrat pulang ke Madura, perasaan Ratu Ibu pun berbunga-bunga. Selain senang karena suaminya pulang, Ratu Ibu juga bercerita dirinya bertapa dan berdoa agar tujuh keturunanya menjadi pemimpin Madura. Namun, bukannya rasa senang atau pun pujian yang diucapkan oleh Raja Cakraningrat, tetapi justru kemarahan dan kekecewaan. Raja Cakraningrat kesal karena istrinya hanya berdoa agar tujuh turunannya yang menjadi raja. Sebab, Raja Cakraningrat ingin semua keturunannya menjadi pemimpin Madura.

Mendengar hal tersebut Ratu Ibu pun sedih dan merasa bersalah. Saat suaminya kembali ke Mataram untuk bertugas, Ratu Ibu kembali ke pertapannya di Desa Baduran. Saat bertapa Ratu Ibu terus menangis tanpa henti, hingga konon air matanya membanjiri tempat pertapannya. Hal tersebut terus berlangsung hingga beliau wafat.

Di Desa Baduran tidak hanya terdapat makam Ratu Ibu. Di sana juga terdapat makam Raja Madura dari abad ke-16 hingga ke abad ke-19. Konon makam raja tersebut adalah tujuh turunan dari sang Ratu Ibu. Selain nilai sejarah yang tinggi, keunikan seni arsitektur pada makam dan beberapa pahatan batu di sekitar makam menjadikan suasana makam ini begitu sakral dan mistis. Tidak sedikit pula traveler datang ke tempat ini untuk berwisata ziarah.

Dengan berkunjung ke Makam Ratu Ibu, bagi para wanita akan mendapatkan pelajaran tentang pengorbanan dan rasa iklhas sebagai seorang istri. Serta bagi para pria, Anda akan lebih belajar dan lebih menghargai tentang perasaan dan hati seorang wanita

Sampai sekarang tempat pertapaan tersebut, menjadi situs bersejarah yang oleh warga sekitar dinamakan Makam Aer Mata Ratu Ibu, terletak di Desa Buduran, Kecamatan Arosbaya, Bangkalan.

Sumber : http://travel.detik.com…

Fenomena Penemuan Pulau Ajaib Di Madura

Judul Artikel : Asiikk Loo Wisata Di Pulau Madura!!!

Pulau karang sepanjang 50 meter di tengah laut, tiba-tiba muncul di pesisir yang berada di Desa Labuhan, Kec Sepuluh, Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Fenomena kemunculan gundukan karang setinggi sekitar tiga meter ini, diyakini masyarakat sekitar sebagai tanda akan terjadinya bencana

Pulau Ajaib, dari namanya sudah bikin penasaran. Sekitar beberapa bulan lalu, pulau ini muncul secara tiba-tiba. Pulau yang benar-benar ajaib ini menjadi perhatian dan mengundang traveler untuk datang ke Madura, Jawa Timur.

Ini adalah perjalanan ke Pulau Ajaib, Bangkalan, Madura, Jatim bersama dengan 5 orang lainnya. Perjalanan ini dilakukan dalam rangka mengantarkan turis dari Jerman, Wilhem.

Untuk masuk ke pulau ini, traveler harus membayar tiket masuk seharga Rp 5.000 untuk motor dan Rp 2.000 untuk motor. Selain itu, untuk parkir mobil juga akan dikenakan biaya Rp 5.000 dan tiket kapal menuju Pulau Ajaib dihargai Rp 5.000 per orang untuk pulang pergi.

Pulau Ajaib dikelilingi panorama pantai yang indah dan airnya bersih. Pulau ini benar-benar menjadi destinasi wisata baru di Bangkalan, Madura. Kemunculan pulau yang tiba-tiba sekitar 3 bulan lalu, benar-benar menghebohkan. Sudah banyak tokoh dan wartawan media baik cetak maupun elektronik yang berkunjung untuk menggali informasi Pulau Ajaib.

Buat TreTans yang penasaran dengan Fenomena Alam tersebut, silahkan berkunjung ke Desa Labuhan Kecamatan Sepulu Kabupaten Bangkalan – Madura, sekalian mengunjungi daerah Tanjung Bumi yang masih satu arah dan terkenal dengan batiknya

Sumber : http://travel.detik.com…

Wisata Kuliner Tradisional Di Pulau Madura “Rujak Soto”

Judul Artikel : Gusy…Makanan Kas Madura Ini Wajib Di Coba Karna Enaaaakk eeuuuyyyy!!!

Pulau Madura Tidak Hanya Terkenal Dengan Aneka Wisata Alamnya dan sejarah seperti Mercusuar Sembilangan, Gunung Geger di Kecamatan Geger dan beberapa tempat lainnya, Tetapi Juga Terkenal Dengan Makanan Khasnya, masakan tradisional dan banyak digemari oleh warga lokal ataupun mereka yang datang dari luar pulau untuk mencoba berbagai kuliner yang ada di Kabupaten Bangkalan.

Salah satu yang menjadi favorit warga lokal untuk untuk makan di luar rumah adalah Kuliner Rujak Soto yang terletak di Desa Kebun, Kecamatan Kamal – Pulau Madura. Memang terdengar sedikit aneh ketika Rujak disandingkan oleh panganan berupa Soto tapi ketika sudah mencoba rasanya, lidah akan terus bergoyang mengunyah enaknya Rujak Soto ini.

Rujak Soto dilengkapi dengan Ketupat atau bisa juga TreTan menggantinya dengan Nasi, selain itu rasa pedas yang menjadi favorit banyak orang sebagai bumbu pelengkap juga ada pada Kuliner Rujak Soto ini, TreTan bisa saja meminta kepada penjual untuk menambah level pedas sesuai dengan selera yang diinginkan.

Sumber : http://www.pulaumadura.com…

Keindahan Pantai Talang Siring Sangat Cocok Menjadi Tempat Wisata Keluarga Saat Hari Libur

Pulau Madura Tidak Hanya Kaya Dengan Budaya Yang Sangat Unik,  Tetapi Pulau Madura Juga Kaya Akan Keindahan Pantai Yang Masih Alami Dan Terjaga Keasriannya, Di Antaranya Seperti Pantai Talang Siring, Pantai Lombeng, Pantai Camplong, dll.

Pantai Talang Siring yang terletak di Desa Montok, Kecamatan Larangan, Pamekasan, Madura, Jawa Timur kerap menjadi jujugan masyarakat di hari libur.

Selain dekat dengan akses jalan raya, pantai ini sangat representatif untuk bersantai ria.

puluhan pengunjung tampak memadati pantai paling timur kota gerbang salam tersebut.

Sebagian besar dari mereka adalah warga dari wilayah itu. Namun, tak jarang juga ditemui pengunjung dari luar Kabupaten Pamekasan.

Seperti halnya, Zainol Atikurrahman, warga asal Kecamatan Ganding, Sumenep ini menuturkan, dirinya memang sengaja berlibur ke pantai tersebut.
Selain pesona pantai yang mengasyikkan, pun juga mudah di jangkau ketimbang pantai lain yang ada di pulang garam.

“Saya sering berlibur kesini mas, suasananya tidak mengecewakan, apalagi tidak terlalu menguras isi kantong,” katanya seraya tertawa lebar.

Pemuda berusia 25 tahun ini menambahkan, pengunjung pantai tersebut tidak hanya dari masyarakat Madura, melainkan wisatawan luar juga kerap singgah sekedar melepas penat.

“Saya sering menemuai pengunjung dari luar Madura memakai bus singgah di pantai ini. Ya, karena disini aksesnya mudah dan pesona pantainya pun asyik,”ungkapnya.

Sumber : http://portalmadura.com///

Tradisi Madura ” Pelet Kandung “

Masyarakat Madura mempunyai banyak tradisi yang sampai detik ini masih terjaga kelestariannya. Salah satu tradisi yang tetap eksis, yakni ritual pelet kandung atau tingkepan yang dilakukan pada kehamilan pertama.

Seiring berkembangnya zaman, tradisi syukuran tujuh bulan usia kehamilan atau yang biasa disebut ‘Pelet Betteng’ di Pamekasan, Madura, Jawa Timur masih tetap dilestarikan.

Beberapa ritual keagamaan, seperti membaca salawat dan tahlil bersama serta ritual memandikan sang ibu dengan kembang tujuh rupa menjadi kepercayaan masyarakat untuk mendoakan sang bayi yang masih berada dalam kandungan.

Pada saat dimandikan, sang ibu memegang dua kelapa gading (Nyior Gadding), seekor ayam, dan dua telur yang diletakkan di pangkuannya. Kemudian, dua telur tersebut dijatuhkan supaya pecah dengan harapan agar apabila tiba pada waktu melahirkan diberi kemudahan serta kelancaran oleh sang maha kuasa.

“Disini tradisi Pelet Kandung masih tetap terjaga dengan baik. Sebab, tradisi seperti ini tidak bertentangan dengan ajaran Islam, mengingat masih ada bacaan salawat dan tahlil bersama,” ungkap Moh. Ali Wahdi saat ditemui di kediamannya.

Suami dari Harisah ini menambahkan, sebagian besar masyarakat di Pamekasan dan Madura secara umum masih melestarikan tradisi nenek moyang tersebut. Tentu dengan harapan agar anak yang dilahirkan selamat dan normal seperti anak pada umumnya.

“Harapan saya sebagai calon bapak agar istri ketika melahirkan nanti diberikan kemudahan, seperti dalam kepercayaan masyarakat dalam pelaksanaan tradisi ini,” katanya.

Wisata Kuliner Ikan Bakar Khas Sumenep Bangkalan

Berkunjung ke Madura belum lengkap rasanya apabila Anda tidak menyambangi Museum Keraton Sumenep. Lokasinya terletak di tengah kota, di Jalan Dr. Sutomo, Sumenep, tepatnya di belakang Keraton Sumenep. Museum ini menyimpan beragam peninggalan bersejarah dari Keraton Sumenep dimana sebagian besar merupakan peninggalan bangsawan Sumenep Dan Bagi Anda yang suka ikan bakar segar tidak perlu lagi bingung mencarinya.

Kini, di Jalan Lingkar Timur Kota Sumenep, Madura, Jawa Timur menjadi tempat penjualan ikan tongkol bakar yang masih segar.

Disepanjang jalan tersebut banyak warga yang menjual dengan berbagai macam ukuran. Anda tinggal menunggu beberapa saat untuk proses pembakaran.

Anda juga akan dimanja dengan aroma bumbu yang menggoda. Tak ayal, jika diantara pembeli terlihat asyik beramai-ramai menikmati ikan tongkol bakar diatas alas tikar seadanya.

Para penjual pun menyediakan nasi putih, minuman, krupuk dan kecap sebagai campuran bumbu bila ingin dimakan disana.

Satu ikan tongkol bakar berukuran kecil di patok Rp8 ribu. Ada yang Rp10 ribu – Rp17 ribu per ekor. Harga bumbu plus kecap Rp3 ribu dan nasi putih Rp3 ribu.

Ikan tongkol segar dipasok oleh nelayan asal Kecamatan Ambunten dan Pasongsongan. Setiap hari, para penjual ini buka dari siang hingga jam 12 malam.

“Jam 2 siang sudah buka, kalau saya tutup jam 12 malam,” kata Buk Ennur, salah seorang penjual ikan tongkol bakar asal Desa Marengan Laok, Kecamatan Kalianget, Sumenep, Senin (26/1/2015).

Setiap harinya, ia mengaku mampu menjual ikan tongkol bakar sampai 200 ekor. Di saat ramai mampu terjual hingga 250 ekor dari berbagai ukuran.

Jalan Lingkar Timur, awalnya dikenal dengan jalan cinta, karena setiap saat selalu ada muda-mudi yang terlihat bermesraan. Namun, sejak ada pelebaran jalan, muda-mudi itu tak terlihat lagi.

Kini muncul puluhan penjual ikan tongkol bakar segar. Mayoritas berasal dari Desa Marengan Laok, Kecamatan Kalianget, Sumenep.(Hartono)