Mengenali Watak Orang Madura

artikel tentang: Mengenali Watak Orang Madura

judul artikel: Karakter Etnis Madura dan Kebiasaan Carok

 

 

Berbagai watak tercermin dari budaya mereka masing-masing, sehingga setiap suku mempunyai watak yang berbeda-beda.

Masyarakat Ini Ekspresif, Spontan, dan Terbuka

Banyak kalangan berpendapat bahwa kultur (sosial-budaya) suku Madura selama ini kurang menggembirakan. Karena anggapan itu, orang Madura sering dijadikan anekdot yang lucu-lucu, bahkan terkadang terkesan seram. Salah satu contohnya adalah anggapan bahwa orang Madura suka carok dan sulit diajak maju dan lain-lainnya. Lalu bagaimana sebenarnya karakter etnis Madura ini? Benarkah carok itu merupakan kebiasaan?

MADURA, menurut penelitian A. Latief Wiyata, dosen FISIP Universitas Jember, memang memiliki karakteristik sosial budaya (sosbud) khas yang dalam banyak hal tidak dapat disamakan dengan karakteristik sosbud masyarakat etnik lain. Suatu realitas yang tidak perlu dipungkiri bahwa karakteristik sosbud Madura cenderung dilihat orang luar lebih pada sisi yang negatif.

Pandangan itu berangkat dari anggapan bahwa karakteristik (sikap dan perilaku) masyarakat Madura itu mudah tersinggung, gampang curiga pada orang lain, temperamental atau gampang marah, pendendam sertasuka melakukan tindakan kekerasan. Bahkan, bila orang Madura dipermalukan, seketika itu juga ia akan menuntut balas atau menunggu kesempatan lain untuk melakukan tindakan balasan.

Semua itu, kata Latief, tidak lebih dari suatu gambaran stereotip belaka. Sebab, kenyataannya, salah satu karakteristik sosok Madura yang menonjol adalah karakter yang apa adanya. Artinya, sifat masyarakat etnik ini memang ekspresif, spontan, dan terbuka, tuturnya ketika menyampaikan makalah Lingkungan Sosial Budaya Madura dalam Seminar Prakarsa Masyarakat dalam Kerangka Pembangunan Daerah Madura di Universitas Bangkalan, beberapa waktu lalu.

Ekspresivitas, spontanitas, dan keterbukaan orang Madura, senantiasa termanifestasikan ketika harus merespon segala sesuatu yang dihadapi, khususnya terhadap perlakuan oranglain atas dirinya. Misalnya, jika perlakuan itu membuat hati senang, maka secara terus terang tanpa basa-basi, mereka akan mengungkapkan rasa terima kasihnya seketika itu juga. Tetapi sebaliknya, mereka akan spontan bereaksi keras bila perlakuan terhadap dirinya dianggap tidak adil dan menyakitkan hati.

Contohnya, suatu ketika di atas kapal feri penyeberangan dari Kamal ke Ujung, Perak, ada seorang Madura sedang merokok di dalam ruangan ber-AC. Oleh orang lain, ia ditegur. Apakah orang Madura yang ditegur itu berang? Ternyata tidak. Spontan ia mematikan rokoknya yang masih cukup panjang dan dengan keterbukaan ia pun mengaku tidak tahu kalau ada rambu dilarang merokok.

Nyo’on sapora, sengko’ ta’ tao (Minta maaf, saya tidak tahu, Red), katanya dengan ekspresi yang lugu. Ada pula anekdot yang lucu dan lugu. Misalnya, ketika seorang abang becak asal Madura berurusan dengan polisi, ia dikatakan goblok karena melanggar aturan lalu lintas. Tetapi, petugas itu pun akhirnya tertawa karena mendapat jawaban si abang becak seperti ini. “Wah, Pak Polisi ini bagaimana, kalau saya pinter, ya ndak mbecak. Tak iya, …”

Dalam konteks ini berarti bahwa nilai-nilai sosbud Madura membuka peluang bagi ekspresi individual secara lebih transparan. Bahkan, secara sosial pun setiap individu tidak ditabukan untuk mengungkapkan perasaan, keinginan atau kehendaknya.

Bila kita hendak memahami persepsi, visi, maupun apresiasi, terhadap sosok Madura — masyarakat dan nilai-nilai sosbudnya — hasilnya akan menjadi lebih proporsional dan lebih objektif. Pengungkapan perasaan, keinginan, kehendak, dan semacamnya, akan makin memperlihatkan sosok Madura asli bila menyangkut masalah harga diri. Karena, bagi orang Madura, harga diri memiliki makna dimensi sosio-kultural yang berkaitan erat dengan posisi dirinya dalam struktur sosial. Posisi sosio-kultural ini menentukan status serta peran-peran diri orang Madura dalam kehidupan masyarakat. Kapasitas diri ini juga mencakup berbagai jenis dimensi lain — pada tingkat praktis — tidak cukup hanya disadari oleh yang bersangkutan.

Dalam kaitan ini, pelecehan terhadap harga diri akan diartikan sekaligus sebagai penghinaan terhadap kapasitas diri. Jika hal ini ini benar-benar terjadi, orang Madura akan merasa tada’ ajina (seperti manusia yang tak bermakna apa-apa, Red). Yang pada gilirannya muncul perasaan malu, baik pada dirinya sendiri maupun pada lingkungan sosbud mereka. Karena perasaan seperti itu, terlahir kondisi psiko-kultural serta ekspresi reaktif secara spontan, baik pada tingkatan individual maupun kolektif (keluarga, kampung, desa atau kesukuan).

Tak Mau Dilecehkan dan Dipermalukan

MENURUT Drs Fathur Rahman Saros SH, alumnus Unibang dan IAIN Surabaya yang skripsinya mengungkapkan soal carok, cara orang Madura merespon amarah biasanya berupa tindakan resistensi yang cenderung keras. Keputusan perlu tidaknya menggunakan kekerasan fisik dalam tindakan resistensi ini sangat tergantung pada tingkat pelecehan yang mereka rasakan.

Pada tingkat ekstrim, jika perlu mereka bersedia mengorbankan nyawa. Sikap dan perilaku ini tercermin dalam sebuah ungkapan: Ango’an Poteya Tolang, Etembhang Poteya Mata (artinya, kematian lebih dikehendaki daripada harus hidup dengan menanggung perasaan malu). Sebaliknya, jika harga diri orang Madura dihargai sebagaimana mestinya, sudah dapat dipastikan mereka akan menunjukkan sikap dan perilaku andhap asor.

Mereka akan amat ramah, sopan, hormat dan rendah hati. Bahkan, secara kualitatif tidak jarang justru bisa lebih daripada itu. Contohnya, ada ungkapan, oreng dadi taretan (artinya, orang lain yang tidak punya hubungan apa-apa akan diperlakukan layaknya saudara sendiri). Suatu sikap dan perilaku kultural yang selama ini kurang dipahami oleh orang luar.

Jadi, soal carok itu bukanlah suatu kebiasaan atau budaya struktural. Sebab,belum tentu seorang yang dulu jagoan dan dikenal suka carok, lalu turunannya otomatis juga carok. yang jelas, carok itu,menurut saya lebih didominasi pada masalah harga diri. Misalnya, menyangkut soal pagar ayu, ujar Fathur yang namanya di Bangkalan cukup dikenal dengan panggilan Jimhur ini.

Jimhur lebih rinci mengatakan, carok itu bisa terjadi kepada siapa saja. Artinya, meski carok itu bukanlah tradisi atau menganut garis turunan, tapi kalau menyangkut harga diri,martabat keluarga yang dilecehkan, maka carok bisa jadi cara terbaik untuk menyelesaikan.

Contohnya, ada satu keluarga yang tidak carok, namun suatu ketika kepala keluarga itu tewas gara-gara dicarok. Hampir bisadipastikan sang anak ketika kejadian masih kecil, pada saat dewasa akan melakukan perhitungan dengansi pembunuh orangtuanya.

Apa yang dilakukan si anak yang sudah dewasa itu bukanlah sikap balas dendam. Tetapi, merupakan pembelaan atas nama keluarga. Hal sepertiini bisa terjadi sampai mengakar. Karena itu, jangan heran, kalau mendengar cerita carok yang terjadi antar keluarga secara berkepanjangan, ujar Jimhur.

Hal seperti itu, lanjut Jimhur, pernah terjadi beberapa waktu lalu, yang sampai melibatkan antar keluarga dan kampung. Bahkan untuk mendamaikan, agar tak terjadi carokmassal, Pak Noer — H Mohammad Noer, mantan Gubernur Jatim yang juga sesepuh Madura — turun tangan langsung. Alhamdulillah,akhirnya terselesaikan, tutur tokoh muda yang tinggal di kawasan jalan HOS Cokroaminoto ini.

Jadi, masalah carok ini bukanlah kultur Madura. Carok, katadia lebih pas kalau dikatakan merupakan cerminan sikap pelakunya yang menjaga harga diri dan tak mau dilecehkan atau dipermalukan.

Berdasar catatan Jawa Pos, beberapa bulanterakhir ini di Sampang dan Bangkalan memang sering terjadi kasus pembunuhan. Ada Kades dibunuh warganya lantaran anaknya dikawinkan dengan pria lain, ada juga lantaran balas dendam, seperti pembunuhan terhadap Mat Sawi, 16 tahun, remaja asal Desa Serambeh, Kecamatan Proppo, Pamekasan.

Madholi nekat membunuh korban, karena Pak Sin, ayahnya, 20 tahun lalu, dibunuh H Wahab yang juga kakek Mat Sawi. Kasus pembunuhan seperti ini biasanya orang awam mengatakan korban mati dicarok. Padahal, menurut Drs Suroso dari LP3M (Lembaga Penelitian dan Pengembangan Madura), pengertian itu amat menyimpang dari arti dan makna carok.

Sebab, kata dia, arti carok itu sendiri adalah persambungan diri sebagai komunikasi akhir dengan mempergunakan senjata tajam yang berupaya menjatuhkan lawan masing-masing untuk merebutkan sosial prestise sabagai imbalan dari simpanan tekanan perasaan yang dimiliki masing-masing pelaku. “Jadi carok itu perkelahian satu lawan satu atau kelompok lawan kelompok. Waktunya direncanakan bersama dan membawa senjata serta tidak ada wasit,” katanya.

Mengapa mereka melakukan carok? Menurut Suroso, masyarakat Madura mempunyai pandangan adat bahwa carok itu lambang kepahlawanan dan kebanggaan. “Pelaku carok bermaksud menghilangkan aib akibat pola tingkah laku seseorang yang mungkin dianggap mencemarkan martabat harga diri keluarga dan pribadi,” katanya.

Pakaian Adat Madura

artikel tentang: Pakaian Adat Madura

judul artikel: Pakaian Adat Tradisional Madura, Kabupaten Bangkalan

 

 

Indonesia kaya dengan berbagai macam ragam kebudayaan, setiap daerah di Indonesia pasti mempunyai ciri khas masing-masing termasuk pakaian khas daerah.

Nama pakaian

  • Bagian atas : Baju Pesa’an.
  • Bagian bawah : Celana Gomboran.

Perlengkapan pakaian :

 Bagian kepala :

  • Odheng santapan, bahan kain batik biasa, motif telaga Biru atau Storjoan, Warna merah soga. Ukuran sesuai dengan lingkar kepala si pemakai. seperti pada umumnya ikat kepala yang Bentuk berbentuk segitiga.
  • Odheng tapoghan, bahan kain batik biasa, motif bunga atau lidah api. warna merah soga, ukuran sesuai dengan lingkar kepala si pemakai. Bentuk : seperti pada umumnya ikut kepala yang berbentuk segitiga, hanya di bagian atas kepala tidak tertutup.

Pakaian bagian atas :

  • Baju Pesa’an Bahan kain cina (dahulu) kain Lasteng tiu, atau Tetoron (sekarang), motif  polos Warna hitam, ukuran serba longgar tidak pas badan, ukuran pinggang dan pipa celana lebar, menyerupai sarung bila dibentangkan, panjang celana sampai mata kaki. Adapun ciri khas dari celana Gomboran ini pada kelimannya yang lebar ± 15 cm. Bentuk seperti pada umumnya celana panjang bia­sa tetapi tidak memakai kolor.
  • Sarong Bahan : sarong Samarinda memakai bahan sutra sedang sarong plekat terbuat dari katun. Motif : ke-2 sarong bermotif kotak-kotak besar ± 5 cm, warna sarong samarinda berwarna menyolok mema­kai benang emas, sedang sarong plekat berwarna dasar putih dengan kotak-kotak berwarna biru atau hijau, ukuran seperti pada umumnya sarong yang lain. Bentuk : seperti pada umumnya sarong yang lain.
  • Ikat pinggang sabbuk katemang Raja atau sabbuk katemang kalep, bahan kulit sapi, motif polos, warna coklat atau hitam, ukuran seperti pada umumnya ikat pinggang yang lain, bentuk lebar ada kantung di depannya untuk menyimpan uang.

Senjata terbagi atas beberapa jenis :

  • Gelati cap garupu/ mata buatan Jerman. Bahan : besi baja Motif : polos Wama : warna besi baja. Ukuran : vang terpanjang 40 cm. Bentuk : seperti pisau dapur, pada umumnya hanya ujungnya runcing.
  • Piol adalah Gobang yang kecil Bahan : besi baja Motif : polos Warna : warna besi baja. Ukuran : pas dengan badan. Bentuk : seperti pisau dapur pada umumnya.
  • Are/Sabit atau clurit, merupakan senjata kelas menengah Bahan : besi baja Motif : polos Warna : warna besi baja. Ukuran : beratnya rata-rata 450 gr. Bentuk : seperti sabit atau clurit pada umumnya. Are/sabit terbagi atas beberapa kelas.
  • Takabuan terbuat dari besi tempaan bermutu terbuat dari besi bekas keris sehingga pamornya tampak. motif  polos, warna besi, ukuran paruhnya pas lengkung perut, bentuk  melengkung seperti bulan sabit, namun agak lebar di bagian tengah dan tebal di punggungnya. Mata pisaunya (paruhnya) lebar dan kemudian mengecil ke arah ujungnya (ujungnya berbentuk lancip). Takabuan biasanya tidak bersarung kecuali yang berukuran kecil. Hanya bagian paruhnya yang ditutupi oleh sarung yang terbuat dari kulit atau rotan (Madura : Selotong).
  • Lancor ayam/bulu ayam atau Kembang toroy/kembang turi, bahan, loyang biasa hasil tempaan pandai besi, se­dang gagangnya terbuat dari kayu sawo, motif polos , warna paruhnya berwarna besi dan gagangnya ber­warna coklat, bentuk melengkung seperti ekor ayam jago, bagian paruhnya sempit, makin ke ujung makin runcing, ga­gangnya bulat panjang seperti bentuk Takabuan dan biasanya diberi paksei tembus agar lebih kuat, namun ada juga pakseinya yang tidak besi baja polos
  • Gobang Bahan besi baja, motif  pada umumnya tembus, warna besi, ukuran  lebih besar dari piol, bentuk : seperti pisau dapur.
  • Calo Montor merupakan senjata kelas berat, bahan besi bekas keris yang ditempa dan diberi warangan (racun). Motif polos, warna hitam (warna besi), bentuk seperti are tapi mempunyai gagang kayu yang panjang. Calo Montor, macamnya antara Lain :(1.) Amparan/Labasan Bahan Besi bekas keris yang ditempa dan diberi warangan. warna besi. Motif polos Ukuran beratnya rata-rata 11 ons. Bentuk seperti Calo Montor tetapi paruhnyamenghadap ke luar. (2.) Clonot Bahan motif polos Warna warna hitam besi Bentuk sama seperti Calo Montor tetapi paruh­nya menghadap ke dalam.

Alas kaki : Terompah bahan  kulit sapi,  ukuran  sesuai dengan ukuran kaki si pemakai, bentuk terbuka tetapi di bagian ujung depan dan belakang terdapat suatu tali sebagai penjapit yang terbuat dari bahan sama. Fungsi alat penjepit ini untuk pengikat antara ibu jari dengan jari yang lain.

Cara memakai pakaian: mula-mula dikenakan celana Gomboran. Caranya setelah ke dua kaki masuk ke kaki celana, kemudian bagian atas celana dilipat ke kiri lalu ke kanan. Setelah itu dilipat ke arah perut dan digu- lung dari atas seperti halnya memakai sarong, sampai panjang ce­lana menjadi 3/4. Sebagai penguat celana memakai sabbuk Katemang Raja (bagi orang kaya) atau sabbuk katcmang kalep. Ke- mudian untuk bagian atasnya dipakai baju kaos. tetapi kadang- kadang ada yang tidak. Setelah itu baru dikenakan baju Pesa’an. Lalu mengenakan odheng santapan atau odheng Tapoghan. Ada- pun cara mengenakan odheng Tapoghan •

Setelah tepi dilipat maka puncak kain diletakkan terbalik (bagian yang lebar berada di bawali). Puncak kain tersebut di taruh di sebelah kiri atau kanan kepala. Jika si pemakai berjalan maka puncak kain yang lebar itu bila tertiup angin akan menepuk (Madura : Napok) si pemakai odheng Tapo- ghan. Sedang jika memakai odheng Santapen, di bagian atas kepala terbuka sedikit sehingga rambutnya kelihatan. Selain memakai baju Pesa’an dan celana Gomboran, ada juga yang melengkapinya dengan sarong. Bila orang itu mampu, ia memakai sarong Samarinda dan orang biasa memakai sarong plekat. Adapun cara memakainya bila sarong disampirkan di bahu namanya eka sandang dan bila di lilitkan di pinggang namanya eka samhung.

Fungsi pakaian

Pakaian dapat berfungsi praktis bila dilihat dari bentuknya yang serba sederhana, bebas dan ringkas. Pakaian ini tidak hanya dapat dipakai untuk ke acara remo (resmi) tetapi juga dapat dipergunakan di rumah. Fungsi lainnya lagi adalah estetis. Apabila dilihat warnanya, warna merah-putih pada kaosnya kontras dengan warna baju pesa’an yang berwarna hitam. Selain ke dua fungsi itu, masih ada fungsi yang lain, yaitu fungsi khusus. Fungsi ini merupakan cermin dari nilai budaya lokal Madura khususnya untuk rakyat biasa.

Fungsi Sarong

Selain sebagai perlengkapan ibadah (sholat), dapat pula digu- nakan sebagai hiasan baju dengan sara disampirkan di bahu.

Arti simbolis :

Kaos lorek merah-putih mempunyai arti bahwa manusia berasal dari Bopo-Biyung (bapak-ibu). Selain itu warna merah dan putih dengan garis yang tegas melambangkan kegagahan, dari jiwa dan semangat berjuang yang gigih. Berjuang dalam melawan musuh maupun mencari naf- kah.

Warna pakaiannya yang hitam mempunyai arti simbolis sesuatu yang murni. Theori di sini berarti dalam segala tindakan orang Madura tidak ragu-ragu, menunjukkan suatu ketegasan hidup. Apa yang diperbuat sudah diper- hitungkan secara matang.

Deskripsi Tentang Pulau Madura

artikel tentang: Deskripsi Tentang Pulau Madura

judul artikel: Gambaran Umum Pulau Madura

 

 

Pulau Madura tak hanya terkenal dengan makanan khasnya atau sumber daya alamnya saja. Namun Pulau mungil ini menyimpan banyak ciri khas yang lain.

1. Keadaan Geografis

 Pulau Madura terletak di timur laut pulau Jawa, kurang lebih 7 derajat sebelah selatan dari khatulistiwa di antara 112 derajat dan 114 derajat bujur timur. Pulau itu dipisahkan dari Jawa oleh Selat Madura, yang menghubungkan Laut Jawa dengan Laut Bali. Moncongnya di barat laut agak dangkal dan lebarnya tidak lebih dari beberapa mil laut.

  Secara geologis Madura merupakan kelanjutan dari pegunungan kapur yang terletak di sebelah utara dan di sebelah selatan Lembah Solo. Bukit-bukit kapur di Madura merupakan bukit-bukit yang lebih rendah, lebih kasar, dan lebih bulat daripada bukit-bukit di Jawa dan letaknya pun lebih menyatu. Puncak tertinggi di bagian timur Madura adalah Gunung Gadu (341 m), Gunung Merangan (398 m), dan Gunung Tembuku (471 m).

Iklim  di Madura bercirikan dua musim, musim barat atau musim hujan selama bulan Oktober sampai bulan April, dan musim timur atau musim kemarau. Komposisi tanah dan curah hujan yang tidak sama—di  lereng-lereng yang tinggi letaknya justru kebanyakan, sedangkan di lereng-lereng yang rendah malahan kekurangan—membuat Madura kurang memiliki tanah yang subur. Hanya di daratan aluvial dan di tanah liat bercampur kapur di dataran tinggi yang terdapat cukup curah hujan saja persawahan yang permanen atau sementara dimungkinkan. Sebagian besar tanah yang diolah tediri dari tegalan yang terutama menghasilkan jagung dan singkong. Hanya selama musim hujan saja lahan-lahan kering ini dapat ditanami. Di selatan, lahan-lahan yang sama sekali tidak subur digunakan untuk pembuatan garam. Sudah sejak lama Madura terkenal sebagai daerah penghasil garam yang penting.

2. Demografi

Mayoritas masyarakat Madura merupakan masyarakat agraris. Kurang lebih 90% penduduknya hidup terpencar-pencar di pedalaman, di desa-desa, di dukuh-dukuh, dan kelompok-kelompok perumahan petani. Pulau ini memiliki empat kota, dari barat ke timur berturut-turut yaitu Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Kota-kota tersebut adalah sekaligus ibukota kabupaten yang membagi daerah itu dengan menggunakan nama yang sama. Kota-kota itu berada di tengah-tengah daerah yang subur dan letaknya berdekatan dengan pantai. Pada zaman yang lampau, di tempat-tempat ini terdapat keraton yang merupakan kota kediaman raja-raja. Jauh sebelum orang Belanda tiba di kepulauan Indonesia, tempat kediaman raja-raja itu telah tumbuh menjadi kota-kota kecil, yang disamping tak terhitung banyaknya pegawai dan pelayan istana, juga dihuni oleh ratusan tukang, para pemilik toko kecil, dan para pedagang. Kota keraton ini merupakan pusat kebudayaan, ekonomi, dan pemerintahan kerajaan Madura.

3. Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk Madura adalah bertani dan beternak. Akan tetapi hasil pertanian tidak dapat menghidupi seluruh penduduknya sehingga sebagian besar penduduknya bekerja sebagai pedagang, nelayan dan pembuat garam. Kurangnya kesuburan tanah dan pengairan yang tidak memadai, menyebabkan banyak penduduk Madura yang bermigrasi ke pulau Jawa dengan alasan utama untuk mencari nafkah. Proses perpindahan ini melaui bermacam saluran seperti perdagangan, pelayaran, penangkapan ikan dan ekspedisi militer. Alasan lain penduduk Madura bermigrasi, menurut J.Van Goor yang dikutip oleh Sutjipto, adalah untuk menghindarkan diri dari wajib militer, pemerasan atau tekanan dari bupati dan dari perlakuan hukum yang semena-mena. Karena itu, sampai saat ini banyak dijumpai orang Madura di daerah Jawa Timur.

Gambaran Umum Kota Sumenep

Sumenep (bahasa Madura: Songènèb) adalah sebuah kabupaten di propinsi Jawa Timur, Indonesia. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.093.45 km² dan populasi ±1 juta jiwa. Ibu kotanya ialah Kota Sumenep. Terletak di ujung timur pulau Madura, Sumenep memiliki sebuah keraton keluarga kerajaan Madura, Cakraningrat. Kabupaten Sumenep selain terdiri dari wilayah daratan juga terdiri dari kepulauan yang berjumlah 126 pulau. Pulau yang paling utara adalah Pulau Karamian yang terletak di Kecamatan Masalembu dan pulau yang paling Timur adalah Pulau Sakala. Sumenep memiliki batas-batas sebagai berikut: sebelah selatan berbatasan dengan Selat Madura, sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Pamekasan, sebelah timur berbatasan dengan Laut Jawa / Laut Flores.

Keraton Sumenep, tanpa memperhitungkan bangunan-bangunan tambahan, kandang-kandang dan ruang-ruang yang lain, memiliki 133 rumah dan pendopo, yang selain dari raja, para keluarganya yang terdekat dan para gundiknya, juga merupakan tempat kediaman dari hampir dari semua para bangsawan dan para pegawai tinggi istana. Di luar tembok keraton, terdapat beberapa kampung dengan kehidupan penduduknya yang  langsung atau tidak langsung tergantung pada istana. “Orang-orang timur asing”, seperti orang Cina, Arab, dan Melayu bertempat tinggal di lingkungan yang terpisah dengan pemimpin mereka sendiri. Dalam jarak yang dekat, kota itu dikelilingi oleh sejumlah desa yang termasuk dalam daerah kota.

 

Berbagai Macam Kebudayaan Asli Madura

artikel tentang: Berbagai Macam Kebudayaan Asli Madura

judul artikel: Jenis-jenis Kebudayaan Madura

 

 

Banyak kebudayaan yang dilestarikan di berbagai daerah seperti halnya Pulau Madura. Berikut berbagai jenis kebudayaan khas Madura:

1. Kebudayaan Macopat (Mamaca)

Macopat atau juga ada yang menyebutnya dengan mamaca, merupakan kebudayaan madura yang juga bisa dikategorikan berbentuk kesenian. Tembang yang ditulis dengan bahasa jawa ini dilantunkan dengan syair-syair tertentu, atau juga yang dikanal dengan istilah tembeng.

Biasanya dalam pembacaan macopat ini terkadang diringi dengan alunan musik, dan yang sering dengan menggunakan seruling.

2. Ritual Ojung

Pelaksanaan ritual Ojung dalam bentuknya sejenis permainan yang melibatkan dua orang untuk beradu fisik dengan dilengkapi media rotan berukuran besar sepanjang 1 meter sebagai alat memukul.ritual ini biasanya diselenggarakan agar segera turun hujan dan terhindar dari malapetaka akibat kekeringan musim kemarau.Dan biasanya diiringi dengan musik yang jarang dijumpai di daerah lain yang terdiri dari 3 buah dung-dung (akar pohon siwalan) yang dilubangi di tengahnya sehingga bunyinya seperti bas, dan kerca serta satu alat musik kleningan sebagai pengatur lagu.

3. Kebudayaan Rokat Tase’ (Petik Laut)

Tradisi ” Rokat Tase’ ” dilakukan untuk mensyukuri karunia serta nikmat yang diberikan oleh sang maha pencipta yaitu Allah SWT. Dan juga agar diberikan keselamatan dan kelancaran rezeki dalam bekerja.Ritual atau tradisi tersebut, biasanya dimulai dengan acara pembacaan istighotsah dan tahlil bersama oleh masyarakat yang dipimpin oleh pemuka agama setempat.Setelah itu, masyarakat melepaskan sesaji ke laut sebagai rasa ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Adapun isi dari sesaji itu adalah ketan-ketan yang berwarna-warni, tumpeng, ikan-ikan, dan lain sebagainya. Ritual atau tradisi tersebut disebut ” Rokat Tase’ ” oleh penduduk setempat.

4. Kebudayaan Okol

Okol, istilah warga Madura untuk menyebutkan olahraga gulat tradisional.Tradisi okol biasa dilakukan pada saat musim kemarau berkepanjangan melanda. Namun apabila kita lihat baik dari tujuan maupun pelaksanaannya okol hampir sama dengan kebudayaan ojung

5. Kebudayaan Rokat

Kebudayaan Rokat yang ada di Madura dilakukan dengan maksud jika dalam suatu keluarga hanya ada satu  orang laki-laki dari lima bersaudara (pandapa lema’), maka harus diadakan acara Rokat. Acara Rokat ini biasanya dilaksanakan dengan mengundang topeng (nangge’ topeng) yang diiringi dengan alunan musik gamelan Madura dan sembari dibacakan macopat (mamaca).

Macam-macam Upacara Selamatan Orang Madura

artikel tentang: Macam-macam Upacara Selamatan Orang Madura

judul artikel: Jenis Upacara Selamatan Pada Masyarakat Madura

 

 

Masyarakat Madura terkenal memang suka merayakan acara-acara tertentu, seperti halnya acara selamatan yang bersifat sakral.

Jenis-jenis upacara Selamatan yang ada kepentingannya dengan pencegahan penyakit pada masyarakat Madura dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
Aburdah (menambah ketenangan /kekuatan batin bagi orang yang sakit) dan Rabu bekasan (yang didoakan untuk pengobatan penyakit).
Rokatan  Rokat asal kata barokah, umumnya dilakukan di bulan Muharram tgl 1 atau 10 yaitu rokat pekarangan, rokat bumi. Dengan tujuan mengharap terhindar dari penyakit dan gangguan kesehatan, nasib buruk dan segala bentuk gangguan kejahatan. Rokat pekarangan sejajar tidak ditanam, sedangkan rokat bumi sejajar ditanam.
Rokat Prakarya  dan Rokat Bumih  Dua jenis rokat ini hampir sulit dibedakan, di suatu daerah rokat bumih dianggap rokat prakarya demikian sebaliknya. Akan tetapi di daerah Dasuk dipahami rokat prakarya dilakukan dengan sesajen ayam yang disembelih tetapi bagian ayam telah dikubur sedangkan. Sedangkan rokat bumih menurut masyarakat Dasuk bagian ayam dan sesajen lainnya ditanam kebumi. Sedangkan cara melakukannya relatif tidak ada perbedaan.
Rokat Beliunih Upacara selamatan ini dilakukan untuk mengembalikan kebahagiaan dan harta yang hilang ketika meninggalnya salah satu keluarganya. Beliunih artinya kembali asal dilakukan pada hari ke-7 dari kematiannya. Cara melakukan sama dengan rokat diatas perbedaannya: ayam tidak usah dipilih yang berbulu tertentu, tidak ada yang ditanam, tidak ada jarum, telur dan ramuan. Do’a sama yang dilakukan
Rokat ngalle  Upacara ini dimaksudkan untuk mendapatkan suatu keberkatan hidup di suatu tempat yang baru ditempati dirumah baru. Ngalle artinya pindah, menurut Bapak Nasibah desa Gadu Barat, cara-caranya sama dengan rokat pekarangan, tetapi secara jelas belum kami ketahui karena adat ini sudah jarang dilakukan
Rokat Disah Upacara rokatan ini adalah selamatan untuk keamanan desa dan terhindarnya dari serangan penyakit mendadak biasanya dilakukan di tengah desa. Belum ditemukan cara-cara yang sebenarnya karena sudah jarang dilakukan dan dirubah pada cara-cara Islami yaitu dengan menghatamkan Al-Qur’an di Masjid. Dilakukan oleh 30 orang, kebagian membaca 1 juz do’anya sama dan makanan terserah kesepakatan masyarakat tanpa ada cara-cara yang berbau mistis, biasanya diawali dengan pembacaan al-Fatihah pada Nabi, sahabat, thabi’ien, waliyullah, para guru dan sesepuh desa yang sudah meninggal, kemudian baca Al-Qur’an sendiri-sendiri setelah selesai baca do’a pangrokat ditambah  do’a khatmil Qur’an (do’a yang ada diakhir surat-surat Al-Qur’an ) baru kemudian makan bersama.
Rokat petik laut Yaitu selamatan para pelaut karena banyaknya ikan yang bisa ditangkap berupa sesajen makanan dan kepala hewan yang dibawa ketengah laut dan ditenggelamkan cara yang sebenarnya belum diperoleh informasi yang falid karena letaknya jauh dari jangkauan kami.
Rokat sangke Bumih Adalah suatu selamatan yang mirip rokat pekarangan ditujukan untuk memperoleh keselamatan di suatu tempat yang sering terjadi kecelakaan dilakukan pada tanggal yang disukai. Do’anya sama dan tanpa ada peralatan yang ditanam, air ramuan menggunakan air kumkuman yang dibuat dari air dicampur bidan dan bunga-bungaan. Sesajen yang diletakkan diambil dari makanan yang dimasak. Sedangkan ayam yang disembelih berbulu apa saja asal didada dan leher bagian bawah hingga ekor bawah berbulu orange atau dikenal dengan ayam sangke bumih.
Ajenneng Adalah suatu prosesi untuk mengawinkan suatu bangunan dengan bumi yang ditempati kalau dulu tiang kayu dikawinkan dengan pondasi dilakukan agar penghuni rumah senang menempati rumah tersebut yang diwujudkan dengan rajinnya seseorang merawat rumah seperti menyapu tiap hari dan lainsebagainya. Ajennang suatu rumah biasanya biasanya dilkukan setelah rumah tersebut selesai dibangun para peserta upacara dalah para tukang bangunan yang telah melakukan pengajian rumah hingga selesai.

Tradisi Turun Tanah Ala Orang Madura

artikel tentang: Tradisi Turun Tanah Ala Orang Madura

judul artikel: Tradisi Turun Tanah, Sambut Bayi Berusia 7 Bulan

 

 

 

Indonesia memang kaya sumber daya alam yang berlimpah, begitu juga dengan tradisi masyarakatnya yang begitu kental. Karena orang Madura sangat menjaga tradisi yang telah diturunkan nenek moyangnya sejak dahulu kala.

Masyarakat Madura memiliki ritual khusus yang dilakukan untuk menyambut usia 7 bulan pada seorang bayi yakni tradisi toron tanah (turun tanah). Sesuai namanya saat itulah bayi dilambangkan untuk pertama kalinya menginjak tanah.

Dalam prosesi, bayi akan menginjak bubur yang terbuat dari beras merah bercampur santan yang diyakini akan membuat sang bayi kuat dan kokoh menapaki kehidupan.

Salah satu tradisi sakral yang hingga kini masih dilestarikan oleh masyarakat Madura adalah tradisi toron tanah (turun tanah) yang biasanya dilakukan pada bayi mungil yang berusia 7 bulan.

Tradisi ini digelar sebagai bentuk harapan agar kelak anak bisa menjadi orang yang berguna. Sebelum acara digelar, bayi dimandikan terlebih dulu. Sedangkan tamu – tamu yang diundang dalam tradisi ini adalah anak – anak. Tokoh masyarakat kemudian diminta membacakan zikir dan doa bersama.

Setelah doa selesai, bayi dibiarkan mengambil barang – barang yang disediakan didepannya seperti buku, pulpen, tasbih dan Al Qur’an agar kelak anak menjadi rajin, pintar dan tumbuh menjadi anak yang sholeh.

Proses ritual selanjutnya adalah menginjak bubur. Hal ini memiliki makna tersendiri agar kaki sang bayi kuat dan kokoh saat berjalan. “Tradisi ini merupakan turun temurun yang harus dilaksanakan agar sang bayi menjadi orang kuat dan bijaksana” ujar seorang tokoh masyarakat.

Bayi yang telah merayakan tradisi turun tanah diperbolehkan menyentuh tanah serta bermain dengan anak – anak sebayanya ditandai dengan makan bubur bersama. Diakhir acara, anak – anak ini diberi sentuhan sapu lidi dengan harapan anak tidak nakal dan patuh terhadap orangtua.

Sumber Daya Alam Asli Pulau Madura

artikel tentang: Sumber Daya Alam Asli Pulau Madura

judul artikel: Sumber Daya Alam Madura

 

 

Selama ini Madura hanya dikenal sebagai Pulau Garam, suatu komoditas yang kurang menarik. Madura juga diidentikkan dengan lelucon-lelucon konyol dan juga makanan khas Sate Lalat (sate berukuran kecil). Yang lebih memprihatinkan, Madura dianggap sebagai Jago Carok, sebuah kata yang membanggakan sekaligus memilukan. Membanggakan karena melambangkan sifat ksatria, dan memilukan karena menunjukkan tingkat pendidikan dan toleransi yang minim.

Tidak banyak yang menyadari, termasuk Putra/i Madura sendiri, bahwa bumi Madura menyimpan kekayaan alam berupa tambang yang sangat berharga seperti Gas Alam (Liquid Natural Gas, LNG). Padahal sudah beberapa tahun ini LNG (dan mungkin juga Minyak Bumi) telah di-bor (drilled) dan disalurkan ke wilayah Industri di Jawa Timur seperti Gresik, Surabaya, Sidoarjo, dll.

Sebagian kita mungkin masih ingat bahwa pada Pekan Olahraga Nasional (PON) tahun 1992, api PON diambil dari Api Tak Kunjung Padam yang berada di Kabupaten Pamekasan, Madura. Api Tak Kunjung Padam adalah salah satu fenomena kecil yang menunjukkan bahwa bumi Madura mengandung begitu banyak sumber Gas Bumi, hingga ke permukaan daratan (on-shore). Di taman wisata Api Tak Kunjung Padam pengunjung dapat menyalakan api hanya dengan korek api, langsung dari permukaan tanah, tanpa bahan bakar apapun.

Bagaimana halnya dengan di lautan (off-shore)? Fakta menunjukkan bahwa saat ini LNG dari Madura telah memasok 60% kebutuhan Industri di Jawa Timur, di mana LNG tersebut diambil dari wilayah kepulauan Kangean yang disalurkan melalui pipa laut sejauh 450 km ke arah pulau jawa. Belakangan diketahui bahwa sudah direncanakan (dan diimplementasikan) pembuatan pipa laut ke arah Bali.

Lantas bagaimana dengan masyarakat madura? Adakah mereka sudah menikmati insentif yang seimbang dengan apa yang disumbangkan oleh Bumi Madura kepada Nusantara? Sebuah pertanyaan besar.

Temuan di lapangan menunjukkan ketidakadilan terhadap masyarakat sekitar pertambangan, mulai dari harga pembebasan lahan, penyediaan listrik, transparansi pembagian pusat-daerah, dan pelayanan masyarakat yang lain.

Penambangan di laut (on-shore) memang lebih mudah menghindar dari sorotan masyarakat perkotaan. Tetapi masyarakat kepulauan bukan masyarakat yang bisa dibodohi. Tipikal masyarakat madura yang cekatan, pemberani, dan transparan telah membuka fakta-fakta ketidakadilan tersebut.

 

Bermacam-macam Dialek Bahasa Madura

artikel tentang: Bermacam-macam Dialek Bahasa Madura

judul artikel: Bahasa dan Dialek Madura

 

 

Bahasa Madura menurut kebanyakan orang sangat unik dan berbeda dengan lainnya. Mereka dikenal sangat terbuka dan mudah memiliki teman.

Orang Madura terkenal dengan gaya bicara yang blak-blakan dan logat yang kental, memiliki sifat temperamental dan mudah tersinggung. Mereka berbicara dalam bahasa Madura, yang digunakan sebagai bahasa utama orang Madura. Walaupun kediaman orang Madura berada di wilayah Jawa, tapi banyak orang Madura yang tidak bisa berbahasa Jawa. Pada umumnya mereka bisa berbahasa Indonesia, tapi dengan dialek Madura yang kental.

Bahasa Madura mempunyai penutur yang terpusat di pulau Madura, Ujung Timur pulau Jawa atau di kawasan yang disebut kawasan Tapal Kuda terbentang dari Pasuruan, Surabaya, Malang, sampai Banyuwangi, kepulauan Kangean, kepulauan Masalembo hingga di beberapa daerah di pulau Kalimantan.

Bahasa Madura banyak dipengaruhi bahasa Jawa, Melayu, Bugis dan Tionghoa. Pengaruh bahasa Jawa terlihat dalam bentuk sistem hierarki berbahasa sebagai akibat pendudukan Mataram atas pulau Madura. Banyak juga kata-kata dalam bahasa ini yang berakar dari bahasa Indonesia dan bahasa Melayu Sumatra, tapi dengan lafal yang berbeda.

Bahasa Madura memiliki sistem pelafalan yang unik. Begitu uniknya sehingga orang lain yang ingin mempelajari bahasa Madura akan mengalami kesulitan, khususnya dari segi pelafalan tadi.

Bahasa Madura memiliki beberapa dialek, yaitu:

  1. Dialek Bangkalan
  2. Dialek Sampang
  3. Dialek Pamekasan
  4. Dialek Sumenep
  5. Dialek Kangean

Dialek yang dijadikan acuan standar Bahasa Madura adalah dialek Sumenep, karena Sumenep di masa lalu merupakan pusat kerajaan dan kebudayaan Madura. Sedangkan dialek-dialek lainnya merupakan dialek rural yang lambat laun bercampur seiring dengan mobilisasi yang terjadi di kalangan masyarakat Madura.

Di pulau Jawa, dialek-dialek tersebut seringkali bercampur dengan Bahasa Jawa sehingga kerap mereka lebih suka dipanggil sebagai Pendalungan daripada sebagai Madura. Masyarakat di Pulau Jawa, terkecuali daerah Situbondo, Bondowoso, dan bagian timur Probolinggo umumnya menguasai Bahasa Jawa selain Madura.

Berbagai Macam Kesenian Khas Madura

artikel tentang: Berbagai Macam Kesenian Khas Madura

judul artikel: KESENIAN TRADISIONAL KEBUDAYAAN MADURA

 

 

 

Kesenian tradisional yang sudah tumbuh sejak lama di masa nenek moyang dahulu, kini masih tetap dilestarikan hingga sekarang. Dengan mengikuti zaman, kesenian ini di bungkus menjadi lebih modern lagi. Sehingga ada percampuran antara seni tradisional dan modern.

Madura memiliki kekayaan kesenian tradisional yang amat banyak, beragam dan amat bernilai. Dalam menghadapi dunia global yang membawa pengaruh materalisme dan pragmatisme, kehadiran kesenian tradisional dalam hidup bermasyarakat di Madura sangat diperlukan, agar kita tidak terjebak pada moralitas asing yang bertentangan dengan moralitas lokal atau jati diri bangsa.

Kita sebagai orang asli Madura harus mengenal budaya Madura yang masih hidup, bahkan yang akan dan telah punah. Pengenalan terhadap berbagai macam kebudayaan Madura tersebut akan diharapkan mampu menggugah rasa kebangsaan kita akan kesenian daerah.

Madura dikenal sebagai wilayah yang tandus namun kaya akan kebudayaan. Kekayaan budaya yang terdapat di Madura dibangun dari berbagai unsur budaya baik dari pengaruh animisme, Hinduisme dan Islam. Perkawinan dari ketiga unsur tersebut sangat dominan mewamai kebudayaan yang ada. Dalam perkembangannya berbagai kesenian yang benafaskan religius, terutama bernuansa Islami temyata lebih menonjol.

Keanekaragaman dan berbagai bentuk seni budaya tradisional yang ada di Madura menunjukkan betapa tinggi budaya yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia. Kekayaan seni tradisional yang berisi nilai-nilai adiluhur yang berlandaskan nilai religius Islami seharusnya dilestarikan dan diperkenalkan kepada generasi muda sebagai penerus warisan bangsa.

Kesenian tradisional adalah aset kekayaan budaya lokal yang akan mampu melindungi generasi muda dari pengaruh negatif era globalisasi. Pengaruh budaya global yang demikian gencar melalui media elektronik dan media cetak menyebabkan generasi muda kehilangan jati diri. Dengan mengetahui kebudayaan lokal diharapkan generasi muda mampu menggali potensi kekayaaan seni tradisional sekaligus melestarikannya.

Secara garis besar jenis-jenis kebudayaan tradisional Madura dapat dibagi dalam empat kelompok dan dari masing-masing kelompok tersebut mempunyai tujuan maupun fungsi yang berbeda, adapun jenis-jenis kebudayaan tradisional tersebut adalah:

Pertama, seni musik atau seni suara yaitu tembang macapat, musik saronen dan musik ghul-ghul. Tembang macapat adalah tembang (nyanyian) yang mula-mula dipakai sebagai media untuk memuji Allah SWT (pujian keagamaan) di surau-surau sebelum dilaksanakan shalat wajib, tembang tersebut penuh sentuhan lembut dan membawa kesahduan jiwa. Selain berisi puji-pujian tembang tersebut juga berisi ajaran, anjuran serta ajakan untuk mencintai ilmu pengetahuan, ajaran untuk bersama-sama membenahi kerusakan moral dan budi pekerti, mencari hakekat kebenaran serta membentuk manusia berkepribadian dan berbudaya. Melalui tembang ini setiap manusia diketuk hatinya untuk lebih memahami dan mendalami makna hidup. Syair tembang macapat merupakan manivestasi hubungan manusia dengan alam, serta ketergantungan manusia kepada Sang Penguasa Alam Semesta.
Seni musik atau seni suara selanjutnya adalah musik Saronen. Beberapa atraksi kesenian Madura pengiring instrumen musiknya adalah saronen. Musik ini adalah musik yang sangat kompleks dan serbaguna yang mampu menghadirkan nuansa sesuai dengan kepentingannya. Walaupun musik saronen adalah perpaduan dari beberapa alat musik, namun yang paling dominan adalah liuk-liukan alat tiup berupa kerucut sebagai alat musik utama, alat musik tersebut bernama saronen.
Musik saronen berasal dari desa Sendang Kecamatan Pragaan Kabupaten Sumenep yang berasal dari kata senninan (hari senin)
Suku Madura terkenal sebagai suku berwatak keras, polos, terbuka dan hangat, sehingga jenis musik riang dan ber irama mars menjadi pilihan yang paling pas. Untuk mengiringi kerapan sapi dimain kan irama sarka yaitu permainan musik yang cepat dan dinamis, sedangkan irama lorongan jhalan (irama sedang) dimainkan pada saat dalam perjalanan menuju lokasi kerapan sapi. Irama lorongan toju’ biasanya memainkan lagu-lagu gending yang ber irama lembut, biasanya digunakan untuk mengiringi pengantin keluar dan pintu gerbang menuju pintu pelaminan.

Pasar Wisata di Bangkalan

artikel tentang: Pasar Wisata di Bangkalan

judul artikel: Bulan Pebruari, Pasar Wisata di Resmikan

 

 

 

Dalam waktu dekat Pasar Wisata kabupaten Bangkalan akan segera diresmikan. Pembangunan Pasar wisata yang berada disebelah pasar Ki Lemah Duwur (KLD) di jalan Halim Perdana Kusuma atau Ring Rood Bangkalan ini sudah rampung. “Insya Allah bulan Pebruari nanti, pasar wisata akan di buka,” terang Kepala Kantor Pengelolaan Pasar Bangkalan, Bambang Setiawan, Jumat (25/01).

Dijelaskan Bambang, pasar wiasat ini nantinya akan dijadikan rujukan bagi para wisatawan asing maupun wisatawan domistik yang membutuhkan oleh-oleh khas dari kabupaten Bangkalan. “Jadi nanti dipasar wiasata itu akan dijual produk unggulan Madura, seperti batik, baik olahan artinya batik yang sudah diolah menjadi kipas dan kerajinan lainnya, serta akan dijual makanan khas bangkalan,” jelasnya.

Lebih lanjut Bambang Setiawan menjelaskan, luas pasar wisata ini 50 M X 7,5 dengan dibangun berbentuk los. “Kedepan lo situ bisa dipetak petak menjadi 36 petak,” tuturnya.

Untuk para pedagang yang akan berjualan di pasar wisata ini kata Bambang, saat ini sudah ada sekitar 50 pedagang yang telah mendaftar. “Kita masih tengah melakukan verifikasi pedagang yang mendaftar untuk menempati los di pasar wisata,” katanya.

Dalam pendaftaran pedagang di pasar wisata ini imbuh bamabng, pihaknya akan memperketat dalam menyeleksi para pedagang. Hal ini dilakukan demi kemajuan pasar wisata bangakalan kedepan. “Kami akan menyeleksi pedagang sesuai dengan kesepakatan yang telah kita buat,” pungkasnya.

Mawardi salah seorang pedagang yang mendaftar di pasar wisata mengharapkan, agar seleksi pedagang di pasar wisata yang dilakukan oleh kantor Pengelolaan pasar itu betul-betul dilakukan dengan adil. “Saya harap adil dan  yang bukan pedagang jangan sampai bisa masuk untuk bisa berjualan di pasar wisata,” kata Mawardi berharap.

Jajanan Khas Pulau Madura

artikel tentang: Jajanan Khas Pulau Madura

judul artikel: Jajan Nikmat Kuliner Madura

 

 

Wisata kuliner memang tiada habisnya untuk di bicarakan, apalagi yang menyangkut wisata kuliner khas nusantara.

Ahay, ini dia hal yang paling gw suka setiap kali traveling di Nusantara. Yak, jajan kuliner ;)

Kali ini kuliner khas dari Pulau Madura, aduuh udah ga diragukan lagi deh salah satu kuliner yang paling maknyuusss di Nusantara ini yah kuliner khas Madura.

Pemda di daerah Pamekasan telah menyiapkan beberapa ruas jalan di Pulau Madura untuk wisata kuliner. Di antaranya adalah Jalan Trunojoyo, Jalan Naga dan Jalan Dirgahayu. Lokasi wisata kuliner ini ga jauh kok dari pusat kota, rata – rata 8 – 10 menit jalan kaki dari alun – alun.Nah berikut beberapa kuliner khas Madura yang sempet gw cobain di sana :

1. Bubur Madura
Nah kuliner ini yang pertama kali bikin gw kaget. Awalnya gw kira bubur Madura adalah bubur kacang hijau seperti umumnya di Jakarta, tapi ternyata bubur Madura di sini adalah bubur sumsum dan ketan hitam. Penyajiannya disiram dengan santan kental. Bubur Madura ini banyak di Pasar Koljung, tapi harus pagi – pagi yah :)
2. Soto Sumenep
Soto ini disajikan dengana lontong dan singkong, dagingnya adalah daging sapi beserta ususnya. Kalau mau nyobain, bisa datang ke Jalan Trunojoyo.
3. Rujak Patemon
Mirip – mirip ama rujak cingur nih, tapi ditambah rumput laut. Rasanya gurih dan pedas. Yang bikin unik, bumbunya di ulek di atas ulekan yang besaaaaaar banget. Kalau Travelholic penasara, rujak Patemon ini ada di Jalan Trunojoyo, sebelah – sebelahan ama Soto Sumenep.
4.Sate Lalat
Tenang bukan lalat yang disate, tapi daging sapi yang dipotong kecil seukuran lalat. Sate lalat ini bisa ditemui di Jalan Niaga. Oh yah satu porsi isinya bisa sampai 40 tusuk. Banyak nyaaa :D
5. Kaldu Kokot
Beuhh, namanya aja udah strange banget :p
Kaldu Kokot ini perpaduan antara singkong yang digoreng, lontong dengan kuah yang terbuat dari kacang ijo plus ditambah bawang goreng yang banyak. Kaldu Kokot ini bisa di jumpai di daerah Kalianget.
6. Lorjuk
Lorjuk ini adalah sejenis kerang yang rasanya manis dan menjadi snack khas Madura. Banyak terdapat di Jalan  Niaga dan Jalan Trunojoyo.
7. Apen Lopes
Bentuknya mirip dengan serabi, tapi rasanya sedikit berbeda karena Apen tidak menggunakan kelapa muda. Kuahnya pun menggunakan gula merah yang ditambahkan jahe dan sedikit kayu manis. Sayangnya di Pulau Madura sendiri penjual Apen sangat sedikit. Menurut para penjual Apen, diperlukan keahlian khusus dalam pembuatan Apen dan itu hanya dimiliki oleh para penjual Apen. Para penjual Apen dapat ditemukan di daerah Parsanga.
8. Nasi Petis Madura
Adalah nasi putih dengan lauk telur petis, empal dan paru goreng, semur daging sapi serta sambal. Duh nikmat abis! Warung nasi petis yang paling tenar warung Amboina. Sudah ada sejak jaman dulu katanya, terletak di pinggir alun-alun kota Bangkalan. Oh yah, karena warung ini terkenal banget maka siap – siap antri yah kalau mau makan di sini :)

Batik Tulis Ala Sumenep

artikel tentang: Batik Tulis Ala Sumenep

judul artikel: Pengrajin Batik Tulis Asli Sumenep

 

 

 

Sumenep merupakan kota penuh sejarah, banyak budaya yang tersimpan di kota Sumenep ini. Seperti batik khas Madura berikut :

Keberadaan Kabupaten Sumenep dikatakan sebagai benteng budaya Madura, hal ini bisa kita lihat dari sisa-sisa kebesaran kerajinan Sumenep yang berjejak pada sejumlah bangunan-bangunan kuno dan kerajinan rakyat. salah satunya adalah Batik Tulis Sumenep.
Keberadaan Batik Tulis Sumenep sudah ada sejak lama sama halnya dengan beberapa tempat yang menjadi pusat kerajinan batik tradisional seperti di pulau Jawa, Cirebon, Garut, Solo dan Yogyakarta, Pekalongan, Pacitan juga Palembang dan Jambi.

Batik Madura tumbuh seiring perkembangan kerajaan Sumenep pada abad ke 17 sampai dengan abad 18M. Kerajaan Sumenep berakhir pada 1926-1929 di bawah kekuasaan Ario Prabuwinoko. Setelah itu pemerintahan Sumenep dipinpin oleh seorang Bupati. Perpindahan Administrasi dari kerajaan menjadi Kabupaten tidak berpengaruh terhadap keberadaan Batik Tulis Sumenep.
Sekitar tahun 1960-1965 hampir semua pembatik terutama didesa Pekandangan Barat Kecamatn Bluto ini tidak lagi berproduksi. Hal ini disebabkan oleh adanya resesi ekonomi yang melanda negara. Pada tahun 1970 Pembatik mulai aktif kembali. Pada saat itu salah seorang warga Sumenep yang sangat peduli dengan Batik Tulis meneruskan usaha dari orang tuanya. Dan pada tahun 1977 beliau mengembangkan usaha batik tulis sumenep. Dan berkembanglah usaha batik ini sampai sekarang.
Adapun cara pembuatan Batik Tulis Madura yaitu :

1. Abatik ( membuat pola diatas kain)
2. Nyelot (memberi warna pada bagian-bagian tertentu)
3. Nutup (menutup warna yang dicolet dengan lilin malan)
4. Ndasari (mencelup latar pola dengan warna)
5. Menutup dasaran (menutup bagian latar pola yang sudah diwarnai)
6. Medel (Mencelup dengan warna biru)
7. Ngelorot (Membilas dengan air mendidih)
8. Nutup ke dua (menutup yang berwarna putih)
9. Nyoga (mencelup warna soga)
10. Kembali ke Ngelorod
11. Lalu Jemur

Didalam melakukan usaha produksinya “Sentra Batik Tulis Melati” didukung oleh tenaga kerja sebanyak 35 orang yang telah mahir dan sudah mengikuti pelatihan. Sedang untuk pengerjaannya dikerjakan dirumah Pengusaha yang juga merangkap sebagai gera: hasil produksi juga dikerjakan dirumah dari beberapa pekerjaannya.
Batik Tulis Sumenep ini mempunyai ciri khas yaitu motif Ayam dan warna merah yang menjadi ciri khas batik Madura pada umumnya. Sedangkan untuk bahan pewarnanya terdiri dari 2 macam yaitu: Bahan Pewarna sintesis/kimia dan bahan pewarna alami seperti dari Mohani akasia daun jati dan lain-lain.
Adapun harga sangat bervariasi tergantung pada pengerjaannya dan kain yang digunakan.
Sentra Batik Tulis yang cukup terkenal di Sumenep berada di Desa Pekandangan Barat yaitu 18 Km dari pusat kota.

5. Deskripsi Pengolahan / Pengembangannya

Batik Tulis Sumenep sebenarnya sudah berkembang dan cukup terkenal dikalangan masyarakat Sumenep bahkan ke Luar Jawa. Namun masih perlu pengembangan lebih lanjut agar bisa lebih berkembang, seperti:

1. Peningkatan Kwalitas dan kwantitas pekerja dengan mengadakan pelatihan untuk mendapatkan pekerja yang mahir dalam membatik
2. Pasokan bahan baku kain batik khususnya yang terbuat dari sutera lebih dipermudah lagi. Dan diharapkan kain sutera yang tersedia adalah kain impor yang kwalitasnya baik tidak kalah dengan kwalitas import.
3. Pembuatan Iklan baik dengan media Visual maupun dengan brosur-brosur
4. Menyediakan pasar untuk pengrajin Batik

 

Kebudayaan Asli Pamekasan

artikel tentang: Kebudayaan Asli Pamekasan

judul artikel: Seni dan Budaya

 

 

 

Budaya yang dimiliki tiap orang berbeda-beda, termasuk budaya yang berasal dari 4 kecamatan di Pulau Madura. Yang terdiri dari Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Berikut yang akan di bahas budaya asli Pamekasan:

1. Wisata Budaya
– Kerapan Sapi merupakan pariwisata andalan yang banyak mendatangkan Wisatawan Manca Negara dan Wisatawan Nusantara. Karapan Sapi ini dilaksanakan pada bulan September hingga bulan Nopember, yang puncaknya pada tingkat Pembantu Gubernur Madura yang memperebutkan Piala Presiden yang dikenal dengan sebutan Kerap Gubeng.

– Sapi Sonok adalah kontes pasangan sapi betina yang terdiri dari jenis ras Madura, dengan kriteria penilaian : kecantikan, penampilan, dan kekompakan dalam berlaga di arena kontes. di Kabupaten Pamekasan, lokasi kontes sapi sonok terletak di Desa Waru Barat Kecamatan Waru ± 34 Km arah utara dari Kota Pamekasan, dengan kondisi jalan aspal dapat ditempuh dengan menggunakan sarana transportasi mobil angkutan umum.

– Upacara Petik Laut merupakan pesta rakyat sebagai ungkapan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas keberhasilannya dalam mengarungi lautan, dalam kegiatannya diawali dengan acara keagamaan dan diakhiri dengan pagelaran seni dan budaya setempat. Lokasi kegiatannya terletak di Desa Padelegan Kecamatan Pademawu ± 16 Km arah tenggara dari Kota Pamekasan, dapat ditempuh dengan sarana mobil angkutan umum/ojek dengan kondisi jalan aspal;

2. Wisata Alam
– Api Tak Kunjung Padam terletak arah selatan ± 7 Km dari Kota Pamekasan tepatnya di Dusun Dangkah Desa Larangan Tokol Kecamatan Tlanakan yang merupakan wisata api abadi, sumber air panas dan belerang. Masyarakat lokal mengkaitkan keberadaan obyek wisata tersebut dengan cerita legenda Ki Moko. Setiap malam bulan purnama lokasi wisata ini selalu ramai karena sarana transportasi sangat mudah dan kondisi jalan aspal.

3. Wisata Bahari
– Pesisir Jumiang terletak di Desa Tanjung Kecamatan Pademawu berjarak ± 12 Km arah tenggara dari Kota Pamekasan dengan kondisi jalan aspal dan dapat ditempuh dengan sarana transportasi mobil angkutan umum/ojek.

– Pantai Talang Siring terletak di Desa Montok Kecamatan Larangan, berjarak ± 14 Km arah timur dari Kota Pamekasan, dapat ditempuh dengan mobil angkutan umum. Lokasi wisata ini selalu ramai dikunjungi wisatawan karena letaknya berdekatan dengan jalan lintas jurusan Kalianget – Kamal.

– Pantai Batu Kerbuy terletak di Desa Batu Kerbuy Kecamatan Pasean, berjarak ± 45 Km arah utara dari Kota pamekasan, Obyek wisata ini sangat mudah dijangkau karena posisinya berdekatan dengan jalan raya pantura jurusan Sumenep – Kamal.

4. Wisata Religi
– Situs Pangeran Ronggo Sukowati terletak di Kelurahan Kolpajung Kabupaten Pamekasan kira-kira 1 Km sebelah utara alun-alun Kota Pamekasan. Situs ini merupakan komplek makam Pangeran Ronggo Sukowati dan Keluarganya, merupakan raja Islam pertama dan pendiri Kabupaten Pamekasan. Situs Pangeran Ronggo Sukowati merupakan komplek pemakaman Islam tertua di pamekasan termauk juga di wilayah Madura.

– Pasarean Batu Ampar merupakan obyek wisata ziarah yang raamai dikunjungi peziarah dari luar pulau Madura dan juga merupakan rangkaian wisata Wali Songo sebagai wujud Nadar dari para petani miskin yang sukses. Lokasi Pasarean Batu Ampar terletak di desa Badung Kecamatan Proppo berjarak ± 16 Km arah barat Kota Pamekasan, dapat ditempuh dengan asarana transportasi mobil angkutan umum dengan kondisi jalan aspal.

– Vihara Avalokitervara, obyek wisata ini bersebelahan dengan lokasi wisata pantai talang siring terletak arah timur ± 14 Km dari Kota Pamekasan tepatnya di Desa Polagan Kecamatan Larangan yang sering dikunjungi wisatawan dari luar Madura. Sarana transportasi menuju ke lokasi dengan mobil angkutan umum/ojek dengan kondisi jalan aspal.

Budaya Asli Masyarakat Madura

artikel tentang: Budaya Asli Masyarakat Madura

judul artikel: Budaya Dasar Masyarakat Madura

 

 

Bermacam-macam budaya dan karakter yang ditonjolkan dari berbagai suku seperti suku Madura berikut ini:

Masyarakat Madura memiliki budaya dasar yang lumayan beragam, diantaranya adalah:

Budaya kelompok

Masyarakat Madura adalah masyarakat yang kolekitivis, hal ini terbukti dengan adanya kelompok- kelompok tertentu yang berada dalam masyarakat Madura itu sendiri. Dan masing-masing dari kelompok itu juga mempunyai salah seorang penguasa kelompok. Perilaku dari anggota kelompok itu pun bermacam- macam sesuai dengan kebijakan dari kelompok masing-masing.

Budaya gotoongroyong

Budaya ini sangat terlihat saat ada prosesi kematianatau pernikahan yang diselenggarakan oleh penduduk Madura. Karena di saat itulah sanak saudara yang berada jauh dari Madura akan dengan rela hati menyempatkan diri datang ke Madura untuk membantu keluarganya yang di Madura, begitu pula dengan tetangga-tetangga dekat atau jauhnya.

Acculturasi

Akulturasi adalah proses secara bertahap, seseorang mendeteksi kesamaan dan perbedaan budayanya sendiri dengan lingkungan barunya. Orang Madura dan orang Jawa pada kenyataannya memiliki  budaya yang sama dalam hal sopan santun.

Keduanya ternyata sama-sama menjunjung tinggi sopan santun kepada orang lain terutama kepada orang yang lebih tua atau kepada kedua orang tua. Hanya saja yang berbeda adalah dalam menjaga harga diri. Jika harga diri orang Madura dilecehkan dan tidak dihargai maka orang Madura akan marah dan tidak terima akan hal itu.

Jika orang lain masih meremehkannya dan membuatnya sakit hati maka tidak hanya dirinya yang tersakiti yang akan maju menghadapi orang yang telah membuatnya sakit hati, akan tetapi sanak saudara dan orang-orang sesama Madura (bagi yang berada di luar Madura) akan membantu temannya yang sedang sakit hati ini untuk melawan orang tersebut. Inilah yang membedakan antara orang Jawa dan Madura pada umumnya.

Dekulturasi

Dekulturasi adalah proses dimana seseorang tidak mempelajari budaya mendasar dari budaya barunya. Dan dia masih tetap memegang budayanya sendiri. Bagi orang Madura yang berada di perantauan, mereka akan tetap memegang budaya kekeluargaannya, yakni merasa malu jika perbuatan yang dilakukan itu salah, sopan santun, keramahan, dan “taretan dhibi’”, sebagaimana telah dijelaskan di atas tadi pada bagian enkulturasi. Akan tetapi yang perlu diingat dan dijadikan catatan adalah jangan sampai membuat orang Madura sakit hati.

Asimilasi

Asimilasi adalah tingkat akulturasi dengan budaya baru dan tingkatan dekulturasi dari budaya asalnya. Dan dari asimilasi inilah cikal bakal terjadinya adaptasi. Dalam masyarakat Madura, adat pernikahan orang Madura dahulu adalah dengan cara lesehan tanpa ada kursi ataupun pelaminan. Akan tetapi karena semakin banyaknya orang Madura  yang memiliki pasangan yang berasal dari luar Madura maka saat ini, adat pernikahan Madura yang awalnya lesehan itu menjadi tidak ada dan berganti dengan adat pernikahan seperti orang Jawa kebanyakan.

Bahkan jika ada keluarga yang bisa menikahkan anak-anaknya di gedung-gedung hal itu menjadi kebanggaan tersendiri.

Selain itu pula, prosesi tukar cincin dalam pernikahan orang Madura saat ini mulai merebak. Padahal sebenarnya prosesi tukar cincin itu bukan berasal dari adat budaya Islam, hanya sebagian masyarakat Madura yang masih memegang teguh ajaran Islamnya saja yang tidak melakukan prosesi tukar cincin tersebut. Karena prosesi itu dilaksanakan sebelum akad nikah, dan dalam Islam jika belum di akad nikah maka kedua orang laki-laki dan perempuan itu belum menjadi mahram.

Masyarakat Madura yang memiliki beragam budaya ini perlu dilestarikan, terlebih lagi nilai-nilai budaya yang masih sarat dengan nilai-nilai Islam. Dan dengan mengetahui budaya Madura kita juga dapat mengetahui bagaimana cara berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang Madura, karena sebenarnya orang Madura itu tidaklah seperti anggapan orang kebanyakan, bahwa orang Madura itu kasar dan suka membunuh. Dan untuk orang-orang yang berasal dari luar Madura semoga dengan adanya makalah ini menjadi mengerti tentang budaya Madura, dan dapat mempermudah kita dalam berinteraksi dan berkomunikasi antar individu.

Padahal, Huub de Jonge, salah seorang pakar budaya Madura dalam bukunya mengatakan, bahwa Madura secara demografis-antropologis, termasuk kelompok lima besar setelah Jawa, Sunda, Bali dan Minangkabau. Menurut A. Latief Wiyata, salah satu antropolog madura pernah suatu ketika di bulan Oktober 1991 selama seminggu para pakar masyarakat dan budaya Madura dari seluruh dunia berkumpul di kota Leiden, Nederland dalam suatu lokakarya internasional dengan topik Madurese Culture: Continuity and Change yang diselenggarakan oleh KITIV (Koninklijk Instituut voorTaal Land en Volkenkunde atau Royal Institut of Linguistics and Antropology). Lokakarya yang dihadiri kurang lebih 20 orang yang terdiri dari ahli-ahli antropologi, sosiologi, sejarawan, musikologi, islamologi dan ekonomi pedesaan dengan keahliannya masing-masing tersebut telah menghasilkan sebuah buku berjudul Across Madura Strait The Dynamics of an Insular Society (Dijk, Jonge and Touwen Bouwsma, 1995).

Pertanyaan yang menggelitik penulis disini, mengapa justru orang asing yang sangat peduli dan tertarik meneliti soal karakteristik orang Madura? Bahkan, peneliti asing beberapa tahun yang lalu harus hidup bertahun-tahun bersama dengan penduduk Madura di perkampungan. Seandainya mereka ada keinginan untuk mengetahui Madura lebih jauh lagi, seharusnya mereka berlama-lama di Madura seperti halnya peneliti orang asing yang kagum terhadap penghormatan dan kesopanan orang Madura setelah lama mempelajari sikap dan prilaku hidup bersamanya.

Dan lagi, kita mengetahui bahwa karakteristik etnis Madura sangat berbeda jauh dengan etnis lainnya. “Karakteristik masyarakat Madura yang menonjol sekali adalah sifatnya yang ekspresif, spontan dan terbuka,” ujar A. Latief Wiyata, salah satu pakar antropolog asal sumenep madura. Itu semua menunjukkan bahwa perlakuan yang dianggapnya tidak adil dan menyakitkan hati, secara spontan masyarakat Madura akan bereaksi.

Sebaliknya, kalau ada perlakuan yang membuat hati senang, maka masyarakat Madura tanpa basa-basi secara terus terang akan mengungkapkan seketika itu juga sehingga hal itu menunjukkan kejujuran dari hati yang paling dalam tanpa tendesi. Masyarakat Madura juga gigih memegang prinsip, meskipun dirinya harus berhadapan dengan “moncong senapan.” Sebab, dalam kehidupan Madura ada satu falsafah yang sangat terkenal yaitu : lebih baik mati, daripada hidup menanggung malu.

Dengan begitu konsep malo bukan hanya merupakan ungkapan malo (malu), akan tetapi menunjuk pada suatu kondisi psiko-kultural serta ekspresi reaktif yang secara spontan muncul akibat pengingkaran terhadap eksistensi diri, baik pada tingkatan individual maupun kolektif (keluarga, kampung, desa atau kesukuan).

Semoga paparan ini penting bagi akademisi, pengamat sosial, teknokrat, dan para pengambil kebijaksanaan di pemerintahan saat ini dalam melakukan expansi pembangunan industri, jalan, dan perdagangan yang telah ada. Semoga bermanfaat.

Kuliner Sumenep Paling Terkenal

artikel tentang: Kuliner Sumenep Paling Terkenal

judul artikel: Kuliner Khas Sumenep

 

 

Makanan khas Sumenep berikut ini tak kalah lezatnya dengan masakan lainnya. Makanan tradisional yang sangat digemari masyarakat Sumenep ini, sampai sekarang masih dilestarikan.

Kaldu kokot
Kaldu Kokot adalah sup dengan bahan utama dari kedelai atau kacang ijo yang direbus, dibumbui dengan kaldu sapi, lalu ditambah dengan kacang yang diuleg bersama petis madura. Di dalam racikan sup kedelai itu kemudian juga ditambah dengan bagian bawah kaki sapi atau dalam bahasa Maduranya adalah ‘Kokot’. Kokot yang sudah direbus menjadi empuk membuat Kaldu Kokot atau Sup Kokot itu akan terasa lembut dan ringan. Kaldu ini disajikan saat masih panas dan dimakan bersama dengan singkong yang dikukus atau digoreng, atau bisa juga dengan lontong, yang ditambah dengan sambal kacang. Bahkan di beberapa warung Kaldu Kokot ini disajikan dengan berbagai variasi isi dalam kaldunya. Seperti contohnya di warung kecil “Nano” di mana kami menyantap Kaldu Kokot ini malam tadi. Selain menyajikan Kaldu Kokot sesuai dengan resep aslinya yang terkenal, warung kecil ini juga menyediakan Kaldu Kokot Cingur dan Kaldu Kokot Telor.
Rasanya gurih dan sangat mengenyangkan. Patut dicoba terutama jika membutuhkan tambahan stamina.
Campor
Bagi pencinta kuliner tidak ada salahnya mencoba menu satu ini. Namanya Campor.
Makanan ini berasal dari Sumenep salah satu kabupaten di Pulau Madura. Masyarakat setempat menyebutnya begitu karena panganan ini terdiri dari berbagai macam bahan.

Ada ketela pohon, lontong, daun bawang serta tulang muda sapi dan mie soon. Ketika disajikan bahan itu dicampur menjadi satu. Daun bawang dipotong kecil-kecil kemudian ditaburi di atas makanan itu. Makanan ini rasanya gurih karena disirami dengan santan cair.

Tertarik ingin mencobanya, mampirlah ke warung makan milik Ettus berada di Pandian Kota. Lidah para penikmat makan enak akan tergoda ketagihan.Harga yang ditawarkan juga terjangkau kocek. Satu porsi dijual dengan harga Rp 3.000. Jikalau menambah menu lainnya seperti telur ayam kampung, krupuk dan air mineral, pembeli membayar Rp 5.000.

Nasi Romi
Bagi pecinta kuliner, rasanya tidak cukup bila berkunjung ke Kabupaten Sumenep tidak sarapan nasi romi. Nasi yang banyak digemari warga ini merupakan salah satu makanan has daerah ujung timur pulau garam Madura.
Nasi romi rasanya gurih. Cara memasaknya menggunakan sedikit santan dan diberi garam. Disajikan dengan irisan telor dadar yang sudah diberi bumbu dan abon (daging sapi yangdihaluskan).
Makanan yang biasa dijajakan setiap pagi ini sangat cocok untuk sarapan. Sehingga bila ingin merasakan hanya tersedia sampai pukul 09.00 WIB. Tak satu pun yang tahu alasan diberi nama romi. Namun yang pasti yang membedakan dengan nasi lain, karena dimasak dengan santan dan hanya disajikan dengan telor dadar dan abon.

Tak ada lauk-pauk lainnya. Tetapi, sangat digemari warga Sumenep sebagai sarapan pagi. Selain simpel juga harganya hanya Rp 3 ribu per bungkus (satu porsi).